Khutbah Jum’at Cobaan Untuk Ummat
         Selesai
 shalat jum’at saya pulang ke rumah dan kemudian duduk diteras rumah 
menikmati suasana yang tenang, angin bertiup dengan pelan, cuaca sedikit
 mendung, suara burung terdengardengan jelas. Saya sendiri disini, 
hanya ditemani beberapa ekor burung liar yang hinggap di ranting pohon, 
kawanan burung yang datang dan pergi dan mereka begitu setia menemani 
kesendirian saya. Suasana tenang seperti ini mengingatkan saya kepada 
Guru tercinta yang setiap saat senantiasa hadir dan ketika wajah Beliau 
teringat maka ketenangan akan hadir di hati saya. Ketenangan akan selalu
 ada ketika kita mengenang orang-orang yang dekat dengan Allah, 
orang-orang yang setiap saat berdzikir kepada Allah dan ketenangan itu 
akan terus ada dari hidup sampai dengan di akhirat kelak. Rasulullah SAW
 bersabda, “Barangsiapa yang mengingat wajah Ulama dan kemudian dia senang dengan apa yang diingatnya tersebut  niscaya dia akan masuk surga”.
      Berbeda
 dengan suasana shalat Jum’at tadi, orang yang memakai pakaian ulama 
memberikan khutbah penuh dengan caci maki, khutbah yang berisi muatan 
politis yang membuat hati jamaah juga ikut panas. Saya juga tidak tahu 
apakah ummat memang senang dengan gaya khutbah seperti itu atau mereka 
memang tidak pernah mau tahu, apalagi jenis orang-orang yang hanya hari 
jum’at saja mengunjungi mesjid. Saya termasuk salah satu dari sekian 
banyak ummat adalah orang yang lebih senang mendengar khutbah berisi 
nasehat dengan bahasa santun, andaipun menegur hal yang tidak baik 
menggunakan bahasa santun juga sehingga orang akan senang mendengarnya. 
Khatib dengan begitu semangat dengan suara vocal penuh full power 
menyampaikan khutbah yang lumayan panjang, sementara jamaah begitu 
menikmati suasana angin sepoi-sepoi dan memilih menundukkan kepala, 
bukan karena hormat kepada khatib tapi karena ngantuk dan tertidur.
          Syukur
 Alhamdulillah Jum’at kali ini saya mendapat tempat yang begitu nyaman 
yaitu di tiang mesjid dekat dengan pintu masuk sehingga angin 
sepoi-sepoi dengan lembut membelai wajah, membuat mata yang tinggal 5 
watt terpejam dengan tanpa aba-aba. Saya terbangun setelah terdengar 
suara Iqamat, sebagai tanda akan di mulai shalat Jum’at dan ujian berat 
mendengar khutbah penuh cacian terlewatkan dengan selamat. Harus di akui
 bahwa tidur yang paling menyenangkan adalah tidur ketika khatib yang 
tidak menarik sedang berkhutbah, semoga Allah mengampuni dosa saya dan 
orang-orang yang seperti saya (suka tidur di waktu Khatib sedang 
berkhutbah).
         Saya
 coba mengingat wajah khatib yang tadi memberikan khutbah Jum’at, tapi 
hati saya jadi gelisah, apakah yang memberikan khutbah tadi belum 
termasuk ulama seperti yang disebutkan oleh Nabi yang apabila wajahnya 
diingat akan membuat hati menjadi tenang atau karena isi khutbahnya 
membawa pesan-pesan negatif sehingga masuk ke hati sebagai sesuatu yang 
negatif pula.  Saya selalu berharap kalau khutbah jum’at itu dikemas 
menarik, penuh semangat dan memberikan manfaat langsung kepada pendengar
 sehingga jamaah merasa rugi kalau 1 kali tidak mendengar khutbah 
tersebut. Jamaah merasa kehilangan momen yang sangat berharga kalau dia 
tidak mendengarkan shalat khutbah Jum’at. Yang terjadi selama ini adalah
 orang berusaha menghindari mendengar khutbah karena memang sangat 
membosankan. Ada yang datang ketika khatib sudah turun dari mimbar, 
sementara ada yang datang sebelum azan kemudiant selesai shalat sunnat 2
 raka’aat langsung mengambil posisi enak untuk bisa terlelap sesaat, 
saya termasuk jenis yang kedua .
          Bagi
 khatib ini kesempatan untuk beraksi dengan penuh semangat dan terkadang
 melupakan waktu sementara bagi jamaah ini merupakan cobaan yang setiap 
jum’at selalu menimpanya. Tidak semua khatib membosankan dan suka 
mencaci maki serta menebarkan energi negatif, banyak khatib yang isi 
khutbahnya menarik, santun, berakhlak sehingga ketika kita mendengar 
khutbahnya bisa menyejukkan hati, seolah-olah kita kembali kepada zaman 
Rasulullah yang menurut riwayat khutbah Beliau begitu menyentuh perasaan
 ummat. Kita semua merindukan sosok khatib yang benar-benar bisa 
menyampaikan pesan penuh dengan getaran Rasulullah SAW sehingga suasana 
mesjid menjadi hidup dan kerinduan ummat kepada Rasul akan terpenuhi.
        Khatib
 yang santun dan berakhlak baik ini benar-benar dirindukan oleh seluruh 
ummat Islam sehingga mereka akan bersemangat memenuhi mesjid di hari 
Jum’at. Dengan demikian khutbah jumat bukan lagi menjadi cobaan bagi 
ummat tapi menjadi rahmat. Wallahu’Alam!
Post A Comment: