March 2013
no image
blog ini berisikan bebagai artikel,seperti softwer,aplikasi komputer ,keutamaan,renungan,hadits,kutbah jumat,kata mutiara, cerama,
Ketika Agama Digadaikan Demi Kesenangan Sesaat:

(oleh : al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi)

Minimnya ilmu, tipisnya iman, dan kuatnya dorongan hawa nafsu kerap kali menutup pintu hati seseorang untuk memahami hakikat kehidupan dunia yang sedang dijalaninya. Harta yang merupakan nikmat dari Allah Subhanahu wata’ala tak jarang menjadi ujian dan sebab jauhnya seseorang dari agama Islam yang suci. Padahal, agama Islam adalah bekal utama bagi seseorang dalam hidup ini. Dengan Islam, seseorang akan berbahagia dan terbimbing dalam menghadapi pahit getirnya kehidupan. Sebaliknya, tanpa Islam, hidup seseorang tiada berarti dan di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.

Anehnya, di antara manusia ada yang menggadaikan Islam -agama dan bekal utamanya- demi kesenangan dunia yang sesaat. Betapa meruginya orang itu. Dia akan menghadap Allah Subhanahu wata’ala di hari kiamat dengan tangan hampa dan terhalang dari kebahagiaan yang hakiki.

Hakikat Kehidupan Dunia

Tak bisa dimungkiri bahwa kehidupan dunia dikitari oleh keindahan dan kenikmatan (syahwat). Semuanya dijadikan indah pada pandangan manusia, sehingga setiap orang mempunyai kecondongan kepadanya sesuai dengan kadar syahwat yang menguasainya.

Itulah kesenangan hidup di dunia, dan sesungguhnya di sisi Allah Subhanahu wata’ala lah tempat kembali yang baik (al-Jannah). Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَاللَّهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَآبِ

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada segala apa yang diingini (syahwat), yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (al-Jannah).” (Ali Imran: 14)

Namun, betapa pun menyenangkan kehidupan dunia itu, sungguh ia adalah kehidupan yang fana. Semuanya bersifat sementara. Tiada makhluk yang hidup padanya melainkan akan  meninggalkannya. Tiada pula harta yang ditimbun melainkan akan berpisah dengan pemiliknya. Keindahan dunia yang memesona dan kenikmatannya yang menyenangkan itu pasti sirna di kala Allah Subhanahu wata’ala menghendakinya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ ۖ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا ۖ وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ ۚ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah diantara kalian serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur, dan diakhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (al-Hadid: 20)

إِنَّمَا مَثَلُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَاءٍ أَنزَلْنَاهُ مِنَ السَّمَاءِ فَاخْتَلَطَ بِهِ نَبَاتُ الْأَرْضِ مِمَّا يَأْكُلُ النَّاسُ وَالْأَنْعَامُ حَتَّىٰ إِذَا أَخَذَتِ الْأَرْضُ زُخْرُفَهَا وَازَّيَّنَتْ وَظَنَّ أَهْلُهَا أَنَّهُمْ قَادِرُونَ عَلَيْهَا أَتَاهَا أَمْرُنَا لَيْلًا أَوْ نَهَارًا فَجَعَلْنَاهَا حَصِيدًا كَأَن لَّمْ تَغْنَ بِالْأَمْسِ ۚ كَذَٰلِكَ نُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniaw itu adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah tanam-tanaman bumi dengan suburnya karena air itu, diantaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, dan pemilik-pemiliknya mengira bahwa mereka pasti menguasainya (dapat memetik hasilnya), tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami diwaktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanam-tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang yang berpikir.” (Yunus: 24)

Sudah sepatutnya setiap pribadi muslim memahami hakikat kehidupan dunia, agar tidak salah jalan dalam menempuhnya. Lebih-lebih, dunia bukanlah akhir seorang hamba dalam menuju Rabb-nya. Masih ada dua fase kehidupan berikutnya: kehidupan di alam kubur (barzakh) dan kehidupan di alam akhirat.

Di alam kubur (barzakh), setiap orang akan mendapatkan nikmat kubur atau azab kubur, sesuai dengan perhitungan amalnya di sisi Allah Subhanahu wata’ala. Setelah itu, di alam akhirat, masing-masing akan menghadap Allah Subhanahu wata’ala seorang diri, mempertanggungjawabkan segala amal perbuatan yang dikerjakannya selama hidup di dunia, dan akan mendapatkan balasan yang setimpal (dari Allah Subhanahu wata’ala) atas segala apa yang diperbuatnya itu. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الْإِنسَانُ إِنَّكَ كَادِحٌ إِلَىٰ رَبِّكَ كَدْحًا فَمُلَاقِيهِ

Wahai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja (berbuat) dengan penuh kesungguhan menuju Rabbmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya (untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatan yang dilakukan).” (al-Insyiqaq: 6)

فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ{}وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

Barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah(semut kecil) pun, niscaya dia akan melihat balasannya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejelekan seberat zarrah (semut kecil) pun, niscaya dia akan melihat balasannya.” (az-Zalzalah: 7-8)

Tiada Hidup Tanpa Agama Islam

Demikianlah kehidupan dunia dengan segala liku-likunya. Kehidupan yang bersifat sementara, namun sangat menentukan bagi dua kehidupan berikutnya; di alam kubur (barzah) dan di alam akhirat. Sebab, segala perhitungan yang terjadi pada dua kehidupan tersebut sangat bergantung pada amal dan bekal yang telah dipersiapkan oleh setiap hamba pada kehidupan dunianya.

Maka dari itu, tiada bekal yang dapat mengantarkan kepada kebahagiaan hakiki pada dua kehidupan tersebut selain agama Islam, yang terangkum dalam takwa, iman, dan amal saleh. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ

Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa….” (al- Baqarah: 197)

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Barangsiapa mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan beriman, sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (an-Nahl: 97)

Betapa pentingnya peran Islam yang dibawa oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dalam kehidupan ini. Agama satu-satunya yang sempurna dan diridhai oleh Allah Subhanahu wata’ala. Betapa bahagianya orang yang dikaruniai keteguhan (istiqamah) di atas agama Islam yang mulia; dengan berupaya memahaminya sesuai dengan pemahaman Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya, serta menjadikannya sebagai pedoman dalam hidupnya.

Sebaliknya, betapa celakanya orang yang mencari selain agama Islam sebagai bekal hidupnya. Segala upayanya tidak diterima di sisi Allah Subhanahu wata’ala, dan di akhirat kelak termasuk orang-orang yang merugi. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” (Ali Imran: 85)

Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan kita apabila Allah Subhanahu wata’ala mengingatkan orang-orang yang beriman agar berpegang teguh dengan agama yang mulia ini dan meninggal dunia sebagai pemeluknya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dengan sebenar-benar takwa dan janganlah sekali-kali meninggal dunia melainkan sebagai pemeluk agama Islam.” (Ali Imran: 102)

Mengapa Harus Menggadaikan Agama?

Kehidupan dunia adalah medan tempaan dan ujian (darul ibtila’) bagi setiap hamba yang menjalaninya. Masing-masing akan mendapatkan ujian dari Allah Subhanahu wata’ala sesuai dengan kadar keimanannya. Terkadang dalam bentuk keburukan dan terkadang pula dalam bentuk kebaikan (kenikmatan). Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَنَبْلُوكُم بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya), dan hanya kepada Kamilah kalian dikembalikan.” (al-Anbiya’: 35)

Ujian dalam bentuk keburukan bermacam-macam. Adakalanya berupa ketakutan, kelaparan, kekurangan harta (kemiskinan), kekurangan jiwa (wafatnya orang-orang yang dicintai), kekurangan buah-buahan (bahan makanan), dan yang semisalnya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ

“Sungguh akan Kami berikan ujian kepada kalian, dalam bentuk sedikit dari ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepadaorang-orang yang bersabar.” (al-Baqarah: 155)

Ujian dalam bentuk kebaikan juga bermacam-macam. Adakalanya berupa kenikmatan, harta, anak-anak, kedudukan, dan yang semisalnya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِندَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ

“Ketahuilah, sesungguhnya harta dan anak-anak kalian itu (sebagai) ujian, dan di sisi Allahlah pahala yang besar.” (al-Anfal: 28)

Beragam ujian itu diberikan oleh Allah Subhanahu wata’ala kepada para hamba tiada lain agar tampak jelas di antara para hamba tersebut siapa yang jujur dalam keimanannya dansiapa pula yang berdusta, siapa yang selalu berkeluh kesah dan siapa pula yang bersabar. Demikianlah, Allah Subhanahu wata’ala Dzat Yang Maha Adil lagi Maha Bijaksana menghendakinya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

الم, {}أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ{} وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ

“Alif Laam Miim, apakah manusia mengira untuk dibiarkan berkata, ‘Kami telah beriman’ sedangkan mereka tidak diberi ujian? Sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang jujur dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (al-Ankabut: 1-3)

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata, “Allah Subhanahu wata’ala mengabarkan bahwa Dia akan memberikan beragam ujian kepada para hamba-Nya, agar tampak jelas (di antara para hamba tersebut) siapa yang jujur (dalam keimanannya) dan siapa pula yang berdusta, siapa yang selalu berkeluh kesah, dan siapa pula yang bersabar.

Demikianlah sunnatullah. Sebab, manakala keadaan suka semata yang selalu mengiringi orang yang beriman tanpa adanya tempaan dan ujian, maka akan muncul ketidakjelasan (militansi/semangat keislamannya, -pen.), dan ini tentu saja bukanlah suatu hal yang positif. Sementara itu, hikmah Allah Subhanahu wata’ala menghendaki adanya sinyal pembeda antara orang-orang yang baik (ahlul khair) dan orang-orang yang jahat (ahlusy syar). Itulah fungsi tempaan dan ujian, bukan untuk memupus keimanan orang-orang yang beriman, bukan pula untuk menjadikan mereka lari dari Islam. Sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala tidak akan menyia-nyiakan keimanan orang-orang yang beriman.”(Taisirul Karimirrahman, hlm. 58)

Berbahagialah orang-orang yang diberi taufik dan hidayah oleh Allah Subhanahu wata’ala saat ujian tiba. Manakala ujian keburukan yang tiba, dia hadapi dengan penuh kesabaran. Manakala ujian kebaikan, dihadapinya dengan penuh syukur kepada Allah Subhanahu wata’ala.

Adapun orang-orang yang tidak diberi taufik dan hidayah oleh Allah Subhanahu wata’ala saat ujian tiba, agama menjadi taruhannya. Iman dan Islam yang merupakan modal utama dalam hidup ini digadaikannya demi kesenangan sesaat. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِم،ِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِيْ كَافِرًا وَيُمْسِيْ مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا، يَبِيْعُ دِيْنَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا

Bergegaslah kalian untuk beramal, (karena akan datang) ujian-ujian ibarat potongan-potongan malam yang gelap. (Disebabkan ujian tersebut) di pagi hari seseorang dalam keadaan beriman dan sore harinya dalam keadaan kafir, di sore hari dalam keadaan beriman dan keesokan harinya dalam keadaan kafir. Dia menjual agamanya dengan sesuatu dari (gemerlapnya) dunia ini.” (HR. Muslim no. 118 dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Hadits di atas mencakup seluruh pribadi umat ini, baik yang miskin maupun yang kaya. Yang miskin menjual agamanya dan menggadaikan imannya, karena tak sabar akan ujian kekurangan (kemiskinan) yang dideritanya. Cukup banyak contoh kasusnya di masyarakat kita. Terkadang dengan iming-iming jabatan, terkadang dengan pemberian modal usaha atau pinjaman lunak, terkadang dengan pemberian rumah atau tempat tinggal, terkadang dengan pembagian sembako, bahkan terkadang hanya dengan beberapa bungkus mi instan.

Adapun yang kaya, dia menjual agamanya dan menggadaikan imannya karena kesombongan dan hawa nafsunya. Ia tidak mau mensyukuri karunia Allah Subhanahu wata’ala yang diberikan kepadanya. Bahkan, ia merasa bahwa semua itu berkat kepandaian dan jerih payahnya semata. Ingatkah Anda tentang kisah Qarun, seorang hartawan dari Bani Israil (anak paman Nabi Musa ‘alaihis salam) yang menggadaikan agama dan imannya karena kesombongan dan hawa nafsunya? Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

إِنَّ قَارُونَ كَانَ مِن قَوْمِ مُوسَىٰ فَبَغَىٰ عَلَيْهِمْ ۖ وَآتَيْنَاهُ مِنَ الْكُنُوزِ مَا إِنَّ مَفَاتِحَهُ لَتَنُوءُ بِالْعُصْبَةِ أُولِي الْقُوَّةِ إِذْ قَالَ لَهُ قَوْمُهُ لَا تَفْرَحْ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْفَرِحِينَ

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِن كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ

قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَىٰ عِلْمٍ عِندِي ۚ أَوَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَهْلَكَ مِن قَبْلِهِ مِنَ الْقُرُونِ مَنْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَأَكْثَرُ جَمْعًا ۚ وَلَا يُسْأَلُ عَن ذُنُوبِهِمُ الْمُجْرِمُونَ

فَخَرَجَ عَلَىٰ قَوْمِهِ فِي زِينَتِهِ ۖ قَالَ الَّذِينَ يُرِيدُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا يَا لَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَا أُوتِيَ قَارُونُ إِنَّهُ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٍ

وَقَالَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَيْلَكُمْ ثَوَابُ اللَّهِ خَيْرٌ لِّمَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا وَلَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الصَّابِرُونَ

Sesungguhnya Qarun termasuk dari kaum Nabi Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah karuniakan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya, ‘Janganlah engkau terlalu bangga diri (sombong), sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang membanggakan diri (sombong). Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.’ Qarun pun menjawab, ‘Sesungguhnya aku dikaruniai harta tersebut dikarenakan ilmu (kepandaian)-ku.’ Tidakkah Qarun tahu, sungguh Allah telah membinasakan umat-umat sebelum dia yang jauh lebih kuat darinya dan lebih banyak dalam mengumpulkan harta? Dan tak perlu dipertanyakan lagi orang-orang jahat itu tentang dosa-dosa mereka. Maka (suatu hari) tampillah Qarun di tengah-tengah kaumnya dengan segala kemegahannya, lalu berkatalah orang-orang yang tertipu oleh kehidupan dunia‘ ,Duhai kiranya kami dikaruniai (harta) seperti Qarun, sungguh dia telah mendapatkan keberuntungan yang besar.’ Adapun orang-orang yang berilmu, mereka mengatakan, ‘Celakalah kalian, sesungguhnya karunia Allah Subhanahu wata’ala itu lebih baik bagi orang-orang yang  beriman dan beramal saleh, namun tidaklah pahala itu diperoleh kecuali oleh orang-orang yang sabar’.” (al-Qashash: 76-80)

Al-Imam al-Qurthubi rahimahullah berkata, “Allah Subhanahu wata’ala menerangkan (dalam ayat-ayat tersebut, -pen.) bahwa Qarun telah diberi perbendaharaan harta yang amat banyak hingga ia lupa diri, dan semuayang dimilikinya itu ternyata tidak mampu menyelamatkannya dari azab Allah Subhanahu wata’ala, sebagaimana yang telah dialami (sebelumnya, -pen.) oleh Fir’aun.” (Tafsir al-Qurthubi)

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan ayat ke-77 dari surat al-Qashash tersebut, mengatakan, “Pergunakanlah apa yang telah dikaruniakan oleh Allah Subhanahu wata’ala kepadamu, yaitu harta yang banyak dan nikmat yang tak terhingga itu, untuk ketaatan kepada Rabb-mu dan untuk mendekatkan diri kepada-Nya dengan beragam amal saleh, yang diharapkan dengannya mendapatkan pahala, baik di dunia maupun di akhirat. (Janganlah kamu melupakan bagianmu dari [kenikmatan] duniawi, -pen.) yang Allah Subhanahu wata’ala halalkan bagimu, yaitu makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, dan menikahi wanita. Menjadi keharusan bagimu untuk menunaikan hak Rabb-mu, hak dirimu, keluargamu, dan orang-orang yang mengunjungimu. Tunaikanlah haknya masing-masing. Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Subhanahu wata’ala telah berbuat baik kepadamu. Janganlah kamu berambisi dengan kekayaan yang ada untuk berbuat kerusakan di (muka) bumi dan berbuat kejahatan kepada sesama. Sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Tafsir Ibnu Katsir)

Dari paparan di atas, jelaslah bagi kita bahwa siapa pun yang menjalani kehidupan dunia ini pasti akan menghadapi berbagai ujian. Saat itulah seseorang akan mengalami pergolakan dan perseteruan dalam jiwanya. Hasilnya akhirnya, apakah bisa istiqamah di atas iman dan Islam, ataukah ia justru menggadaikannya demi kesenangan sesaat.

Maka dari itu, ketika ujian itu tiba, tiada kata yang indah yang patut diucapkan selain dzikrullah (berzikir dengan mengingat Allah Subhanahu wata’ala), karena dengan zikrullah hati akan menjadi tenteram sehingga dimudahkan untuk memilih jalan kebenaran. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah (zikrullah). Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (ar-Ra’d: 28)

Demikian pula, tiada perbuatan yang paling berguna bagi keselamatan diri ini selain kesungguhan dalam beramal saleh (termasuk menuntut ilmu agama), sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu di atas.

Lebih dari itu, peran doa sangat penting dalam membantu keistiqamahan seseorang di atas iman dan Islam, kokoh di atas agama Allah Subhanahu wata’ala dan tak mudah menggadaikannya demi kesenangan sesaat. Di antara doa yang diajarkan oleh Allah Subhanahuwata’ala dalam al-Qur’an adalah,

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ

“Tunjukilah kami jalan yang lurus!” (al-Fatihah: 6)

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ

Wahai Rabb kami, Janganlah Engkau sesatkan hati-hati kami setelah Engkau beri kami hidayah dan karuniakanlah kepada kami kasih sayang dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau adalah Dzat Yang Maha Pemberi.” (Ali Imran: 8)

Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam juga selalu berdoa,

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِيْنِكَ

“Wahai Dzat Yang Maha Membolak-balikkan hati, kokohkanlah hatiku ini diatas agama-Mu.” (HR. Ibnu Abi Ashim dalam as-Sunnah no. 232 dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, dinyatakan sahih oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Zhilalul Jannah)

Akhir kata, semoga taufik dan hidayah Allah Subhanahu wata’ala selalu mengiringi kita dalam kehidupan dunia ini, sehingga dapat istiqamah di atas agama-Nya yang mulia serta berpijak di atas manhaj Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya. Dengan satu harapan, mendapatkan kesudahan terbaik dalam hidup ini (husnul khatimah) dan dimasukkan ke dalam Jannah-Nya yang dipenuhi dengan kenikmatan. Amin.

Sumber: http://asysyariah.com



(455) views

no image
blog ini berisikan bebagai artikel,seperti softwer,aplikasi komputer ,keutamaan,renungan,hadits,kutbah jumat,kata mutiara, cerama,
”Bersegera Menuju Zikrullah “:

(Al-Ustadz Abu Muawiyah Askari bin Jamal)

يَآاَيُّهَاالَّذِيْنَ ءٰمَنُوْآإِذَانُوْدِيَ لِلصَّلٰوةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا اِلٰى ذِكْرِ اللهِ وَذَرُواالْبَيْعَ ۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ اِنْكُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ۝ فَإِذَاقُضِيَتِ الصَّلٰوةُ فَانْتَشِرُوْفِى الْأَرْضِ وَابْتَغُوْا مِنْ فَضْلِ اللهِ واذْكُرُوْا اللهَ كَثِيْرً لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ۝

“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Hal itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan banyak-banyak mengingat Allah supaya kamu beruntung.” (al-Jumu’ah : 9-10)

Penjelasan Beberapa Mufradat Ayat

يَوْمِ الْجُمُعَةِ

Kata “jumu’ah” dibaca oleh mayoritas ahli qira’ah dengan huruf mim yang didhammah. Abdullah bin Zubair, al-A’masy, dan yang lainnya membacanya dengan huruf mim yang disukun (الجُمْعَة). Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya ia berkata, “Al-Qur’an diturunkan dengan bacaan tatsqil (yang diberatkan) dan tafkhim (ditebalkan), maka bacalah ,الجُمُعَة (yaitu dengan mim yang didhammah).” (Tafsir al-Qurthubi, 460/20)

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Hari Jum’at disebut Jum’at karena ia berasal dari kata jam’u, yaitu berkumpul. Sebab, kaum muslimin berkumpul pada hari itu setiap pekan sekali di tempat-tempat ibadah yang besar. Pada hari itu disempurnakan penciptaan makhluk, karena ia adalah hari keenam dari enam hari saat Allah Subhanahu wata’ala menciptakan langit dan bumi. Pada hari itu Adam ‘alaihis salam diciptakan. Pada hari itu pula ia dimasukkan ke dalam surga, serta pada hari itu dia dikeluarkan. Pada hari itu hari kiamat terjadi, dan pada hari itu terdapat waktu yang tidaklah bertepatan dengan seorang hamba mukmin yang memohon kebaikan kepada Allah Subhanahu wata’ala kecuali Allah Subhanahu wata’ala pasti mengabulkannya, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam hadits-hadits yang sahih.” (Tafsir Ibnu Katsir, 10/558)

Tafsir Ayat

يَآاَيُّهَاالَّذِيْنَ ءٰمَنُوْآ

“Hai orang-orang yang beriman.”

Allah Subhanahu wata’ala mengarahkan firman-Nya kepada kaum mukminin, maka sepantasnya setiap muslim menyimak apa yang akan difirmankan-Nya.
Al-Qurthubi rahimahullah berkata, “Allah Subhanahu wata’ala berfirman untuk kaum mukminin secara khusus tentang hari Jum’at, tanpa menyebut orang-orang kafir, sebagai bentuk kemuliaan dan penghormatan terhadap mereka.” (Tafsir al-Qurthubi, 20/463)

Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Jika Engkau mendengar Allah Subhanahu wata’ala berfirman, ‘Hai orang-orang yang beriman’, pasanglah pendengaranmu. Sebab, padanya terkandung kebaikan yang engkau diperintahkan melakukannya
atau keburukan yang engkau dilarang darinya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/255)

Panggilan untuk kaum mukminin dalam ayat ini terkhusus bagi para mukallaf yang terkena kewajiban untuk melaksanakan shalat Jum’at, berdasarkan ijma’ para ulama. (Tafsir al-Qurthubi)

Orang yang tidak terkena kewajiban, tidak termasuk dalam keumuman ayat ini. Diriwayatkan dari sahabat Thariq bin Syihab radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إِ أَرْبَعَةً: عَبْدٌ مَمْلُوكٌ، أَوِامْرَأَةٌ، أَوْ صَبِيٌّ، أَوْ مَرِيضٌ

“Jum’at adalah hak yang wajib atas setiap muslim secara berjamaah, kecuali empat golongan: budak sahaya, wanita, anak kecil, atau orang sakit.” (HR. Abu Dawud no. 1067 dengan sanad yang sahih)

Demikian pula halnya dengan musafir karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan safar bersama para sahabatnya, namun tidak diriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melakukan shalat Jum’at bersama sahabatnya dalam perjalanan safar.

Bahkan, bertepatan dengan hari Jum’at di Arafah pada saat haji wada’, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengerjakan shalat zhuhur dan ashar secara jamak, namun tidak melaksanakan shalat Jum’at.

إِذَانُوْدِيَ لِلصَّلٰوةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ

“Apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum’at.”

Ayat ini menunjukkan bahwa yang dimaksud panggilan di dalam ayat ini adalah azan di hari Jum’at.
Ibnul Arabi rahimahullah berkata, “Sebutan ‘pada hari Jum’at’ memberi faedah tersebut. Sebab, panggilan azan yang khusus pada hari itu adalah panggilan untuk shalat tersebut (shalat Jum’at, -pen.). Adapun shalat lainnya bersifat umum pada seluruh hari. Kalaulah yang dimaksud oleh ayat ini bukan panggilan azan Jum’at, maka pengkhususan sebutan Jum’at dan penyandaran hari tersebut kepadanya menjadi tidak bermakna dan tidak berfaedah.” (Tafsir al-Qurthubi, 20/463)

Penyebutan “dipanggil untuk shalat” menunjukkan bahwa kewajiban Jum’at terkhusus bagi yang mendengar panggilan azan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

الْجُمُعَةُ عَلَى كُلِّ مَنْ سَمِعَ النِّدَاءَ

“Jum’at itu wajib bagi setiap yang mendengarkan panggilan azan.” (HR. Abu Dawud no. 1056, dari Abdullah bin Amr bin al-Ash radhiyallahu ‘anhuma. Hadits ini diperselisihkan tentang marfu’ atau mauquf-nya dari ucapan Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhuma. Namun, al-Albani menyatakan bahwa riwayat ini hasan secara marfu’ dalam Shahih Abi Dawud)

Para fuqaha berselisih tentang jarak seorang muslim yang terkena kewajiban shalat Jum’at. Ada yang berpendapat enam mil, ada pula yang berpendapat empat mil, ada lagi yang mengatakan tiga mil.

Al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Ukuran seseorang mendengar azan adalah jika seorang muazin suaranya lantang, dalam kondisi hening, dan angin bertiup tenang, muazin berdiri di pagar batas kampung.” Al-Imam Ahmad dan Ishaq rahimahumallah berkata, “Wajib shalat Jum’at bagi yang mendengar panggilan azan.” (Tafsir al-Qurthubi : 20/469)

Azan yang dimaksud di dalam ayat ini adalah azan yang menunjukkan masuknya waktu shalat, bukan azan tambahan yang dilakukan oleh Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu.

Asy-Syaukani rahimahullah berkata, “Yang dimaksud azan di sini adalah azan ketika imam duduk di atas mimbar pada hari Jum’at, sebab tidak ada azan lain pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam selain itu.” (Fathul Qadir, asy-Syaukani, 5/301)

فَاسْعَوْا اِلٰى ذِكْرِ اللهِ

“Bersegeralah menuju zikrullah.”

Bersegera yang dimaksud di sini diterangkan oleh al-Allamah as-Sa’di rahimahullah, “Yang dimaksud as-sa’yu (bersegera) di sini adalah bersegera menuju shalat Jum’at dan menjadikannya sebagai hal yang penting dan yang paling diperhatikan, bukan melangkah dengan cepat menuju shalat yang telah dilarang.” (Taisir al-Karim ar-Rahman)

Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sangat menganjurkan umatnya untuk bersegera sedini mungkin berada di masjid pada hari Jum’at. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُسْلَ الْجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا أَقْرَنَ، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ دَجَاجَةً، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً، فَإِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ حَضَرَتِ الْمَ ئَالِكَةُ يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ

“Barangsiapa mandi pada hari Jum’at seperti mandi junub lalu berangkat (menuju shalat Jum’at), seakan-akan dia bersedekah seekor unta. Barang siapa berangkat pada waktu yang kedua, seakan-akan dia bersedekah seekor sapi. Barangsiapa datang pada waktu yang ketiga, seakan-akan dia bersedekah seekor domba. Barang siapa datang pada waktu yang keempat, seakan-akan dia bersedekah seekor ayam. Barang siapa datang pada waktu kelima, seakan-akan dia bersedekah sebutir telur. Jika imam telah keluar, para malaikat pun hadir untuk mendengar zikir.” (HR. al-Bukhari, hlm. 841)

Adapun berjalan dengan cepat atau berlari, dilarang oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabda beliau,

إِذَا أُقِيمَتِ الصَّ ةَالُ فَ تَأْتُوهَا تَسْعَوْنَ وَأْتُوهَا تَمْشُونَ، عَلَيْكُمْ السَّكِينَةُ فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا

“Jika telah ditegakkan shalat, janganlah kalian mendatanginya dengan berlari, datangilah dengan berjalan. Hendaklah kalian menjaga ketenangan. Apa yang kalian dapatkan, shalatlah! Apa yang kalian tertinggal, sempurnakanlah!” (Muttafaq ‘alaihi dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Ibnu Juraij radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku bertanya kepada Atha’ tentang firman Allah Subhanahu wata’ala,

فَاسْعَوْا اِلٰى ذِكْرِ اللهِ

“Bersegeralah menuju zikrullah.” Beliau menjawab, “Pergi dengan berjalan.” (Riwayat Abdurrazzaq dalam Mushannaf, no. 5347)
Al-Imam Malik rahimahullah berkata, “Sesungguhnya, as-sa’yu yang disebut dalam kitabullah adalah beramal dan berbuat.” (al-Muwaththa, 1/106)
Para ulama berbeda pendapat tentang makna “zikrullah” dalam ayat ini. Ada yang berkata bahwa maknanya adalah shalat. Ada pula yang mengatakan, maknanya adalah khutbah dan nasihat, dan ini adalah pendapat Sa’id bin Jubair rahimahullah.

Ibnul ‘Arabi rahimahullah berkata, “Yang sahih, semua itu adalah wajib, dan awalnya adalah khutbah. Inilah yang menjadi pendapat para ulama kami, selain Ibnul Majisyun yang berpendapat sunnah. Dalil yang menunjukkan wajibnya; bahwa bersegera menuju zikrullah mengharamkan jual beli. Kalaulah bukan karena wajibnya, tentu jual beli tidak akan diharamkan. Sebab, sesuatu yang mustahab tidak bisa mengharamkan sesuatu yang hukumnya mubah.”(Tafsir al-Qurthubi, 20/474)

وَذَرُواالْبَيْعَ

“Tinggalkan jual beli!”

As-Sa’di rahimahullah berkata, “Tinggalkanlah jual beli jika telah dikumandangkan azan dan bersegeralah menuju shalat.” (Taisir al-Karim ar-Rahman)
Disebutkan “jual beli” pada ayat di atas karena mayoritas kesibukan orang pasar adalah berjual beli. Akan tetapi, ayat ini mencakup segala jenis kesibukan yang menghalangi seseorang menuju

zikrullah. Al-Allamah asy-Syaukani rahimahullah menerangkan, “Tinggalkan muamalah jual beli, dan segala bentuk muamalah diikutkan pula hukumnya.” (Fathul Qadir, asy-Syaukani, 5/302)

Ibnul Arabi rahimahullah berkata, “Alasan jual beli dilarang adalah karena menyibukkan (dari bersegera menuju shalat Jum’at, -pen.). Maka dari itu, setiap perkara yang menyibukkan dari pelaksanaan Jum’at, yaitu seluruh jenis akad, diharamkan secara syariat dan dibatalkan akadnya
sebagai bentuk hukuman.” (Tafsir al-Qurthubi, 20/475)

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Oleh karena itu, para ulama sepakat tentang diharamkannya jual beli setelah dikumandangkan azan kedua.” (Tafsir Ibnu Katsir, 13/563)

Yang dimaksud azan kedua yaitu azan yang menunjukkan masuknya waktu Jum’at, yaitu saat khatib telah duduk di atas mimbar. Adapun azan pertama adalah azan yang dilakukan pada zaman Utsman radhiyallahu ‘anhu, dilakukan sebelum masuk waktunya.

Sahkah jual beli setelah Dikumandangkan Azan yang Menunjukkan Masuknya Waktu?

Terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama tentang hokum sahnya jual beli saat azan Jum’at yang menunjukkan masuknya waktu telah dikumandangkan. Perbedaan ini lahir dari sebuah kaidah yang menjadi perselisihan pula dalam penerapannya, yaitu,

النَّهْيُ يَقْتَضِي الْفَسَادَ

“Larangan menunjukkan rusaknya sebuah amalan.”

Menurut penelitian, jika ada larangan dalam sebuah amalan, ada beberapa keadaan :
1. Larangan tersebut kembali kepada ibadah itu sendiri atau kepada syaratnya, maka amalan tersebut hukumnya batil dan tidak sah.
Di antara contoh masalah ini adalah larangan shalat pada waktu terlarang, shalat membelakangi kiblat, shalat dalam keadaan berhadats, shalat tanpa thuma’ninah, berpuasa pada waktu terlarang seperti hari raya, atau menikah tanpa wali. Ibadah-ibadah tersebut hukumnya batil dan tidak sah.

2. Larangan yang dilakukan tersebut tidak bersentuhan langsung dengan inti ibadah atau syarat dan rukunnya, maka ibadah yang dikerjakannya sah namun dia melakukan perbuatan dosa.
Di antara contoh hal ini adalah berwudhu menggunakan bejana emas dan perak, atau shalat memakai serban dari kain sutra, padahal memakai bejana emas dan perak serta mengenakan sutra bagi pria itu terlarang. Ibadahnya sah, namun dia melakukan perbuatan dosa.

Al-Khaththabi rahimahullah berkata, “Ini adalah mazhab ulama dari dahulu hingga sekarang.” (Lihat Syarah Qawa’id al-Manzhumah al-Fiqhiyah, karya al-Allamah as-Sa’di, hlm. 54; Syarah

Qawa’id al-Manzhumah al-Fiqhiyah as-Sa’diyah, karya asy-Syaikh Sa’d asy-Syitsri, hlm. 110; Syarah al-Ushul min Ilmil Ushul, Ibnu Utsaimin, hlm. 135-136)
Ketika kaidah ini diterapkan pada hukum jual beli saat azan Jum’at yang menunjukkan masuknya waktu telah dikumandangkan, ternyata larangan ini kembali kepada inti jual beli itu sendiri. Dengan demikian, jual beli tersebut hukumnya batil dan tidak sah.

Al-Qurthubi rahimahullah menerangkan, “Yang sahih, jual beli itu rusak dan tidak sah, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, ‘Setiap amalan yang tidak berdasarkan aturan kami maka ia tertolak.’ Wallahua’lam.” (Tafsir al-Qurthubi, 20/475)

Hanya saja, dikecualikan dalam hal ini adalah jual beli yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak diwajibkan shalat Jum’at, seperti wanita dan musafir, maka hukum jual belinya sah. Al-Qurthubi rahimahullah berkata, “Orang yang tidak diwajibkan menghadiri shalat Jum’at tidak dilarang melakukan jual beli.” (Tafsir al-Qurthubi, 20/474)

Wallahu a’lam bish-shawab.

Sumber : http://asysyariah.com



(261) views

no image
blog ini berisikan bebagai artikel,seperti softwer,aplikasi komputer ,keutamaan,renungan,hadits,kutbah jumat,kata mutiara, cerama,
Hukum Membongkar Kuburan:

Bolehkah membongkar kuburan muslimin atau kuburan orang-orang kafir?

Jawab:

Fatwa Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah

Dalam hal ini tentunya ada perbedaan antara kuburan orang-orang Islam dan kuburan orang-orang kafir. Membongkar kuburan muslimin adalah tidak diperbolehkan kecuali setelah lumat dan menjadi hancur. Hal itu dikarenakan membongkar kuburan tersebut menyebabkan koyak/pecahnya jasad mayit dan tulangnya, sementara Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan:

كَسْرُ عَظْمِ الَْـمَيِّتِ كَكَسْرِهِ حَيًّا

“Mematahkan tulang mayit seperti mematahkannya ketika hidup.”1

Maka seorang mukmin tetap terhormat setelah kematiannya sebagaimana terhormat ketika hidupnya. Terhormat di sini tentunya dalam batasan-batasan syariat.

Adapun tentang membongkar kuburan orang-orang kafir, maka mereka tidak memiliki kehormatan semacam ini sehingga diperbolehkan membongkarnya berdasarkan apa yang terdapat dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim. Bahwa Nabi n ketika berhijrah dari Makkah ke Madinah, awal mula yang beliau lakukan adalah membangun Masjid Nabawi yang ada sekarang ini. Dahulu di sana ada kebun milik anak yatim dari kalangan Anshar dan di dalamnya terdapat kuburan orang-orang musyrik. Maka Rasulullah n mengatakan kepada mereka:

ثَامِنُونِي حَائِطَكُمْ

“Hargailah kebun kalian untukku.”

Yakni, juallah kebun kalian untukku. Mereka menjawab: “Itu adalah untuk Allah Subhanahu wa ta’ala  dan Rasul-Nya. Kami tidak menginginkan hasil penjualan darinya.”

Karena di situ terdapat reruntuhan dan kuburan musyrikin, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam  pun memerintahkan agar kuburan musyrikin tersebut dibereskan. Maka (dibongkar) dan diratakanlah, serta beliau memerintahkan agar reruntuhan itu dibereskan untuk selanjutnya diruntuhkan. Lalu beliau mendirikan Masjid Nabawi di atas tanah kebun tersebut.

Jadi, membongkar kuburan itu ada dua macam: untuk kuburan muslimin tidak boleh, sementara kuburan orang-orang kafir diperbolehkan.

Saya telah isyaratkan dalam jawaban ini bahwa hal itu tidak boleh hingga mayat tersebut menjadi tulang belulang yang hancur, menjadi tanah. Kapan ini? Ini dibedakan berdasarkan perbedaan kondisi tanah. Ada tanah padang pasir yang kering di mana mayat tetap utuh di dalamnya –masya Allah- sampai sekian tahun. Ada pula tanah yang lembab yang jasad cepat hancur. Sehingga tidak mungkin meletakkan patokan untuk menentukan dengan tahun tertentu untuk mengetahui hancurnya jasad. Dan sebagaimana diistilahkan “orang Makkah lebih mengerti tentang lembah-lembahnya di sana”  maka orang-orang yang mengubur di tanah tersebut (lebih) mengetahui waktu yang dengannya jasad-jasad mayat itu hancur dengan perkiraan. (Fatawa Asy-Syaikh Al-Albani hal. 53)

 Fatwa Al-Lajnah Ad-Da`imah

Pada asalnya tidak boleh membongkar kubur mayit serta mengeluarkan mayit darinya. Karena bila mayit telah diletakkan dalam kuburnya, artinya dia telah menempati tempat singgahnya serta mendahului yang lain ke tempat tersebut. Sehingga tanah kubur tersebut adalah wakaf untuknya. Tidak boleh seorangpun mengusiknya atau mencampuri urusan tanah tersebut. Juga karena membongkar kuburan itu menyebabkan mematahkan tulang belulang mayit atau menghinakannya. Dan telah lewat larangan akan hal itu pada jawaban pertanyaan pertama.

Hanyalah diperbolehkan membongkar kuburan mayit itu dan mengeluarkan mayit darinya, bila keadaan mendesak menuntut itu, atau ada maslahat Islami yang kuat yang ditetapkan para ulama.

Allah Subhanahu wa ta’ala-lah yang memberi taufiq semoga shalawat dan salam-Nya tercurah atas Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, dan para sahabatnya.

Ditandatangani oleh Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Asy-Syaikh Abdurrazzaq Afifi, Asy-Syaikh Abdullah Ghudayyan, dan Asy-Syaikh Abdullah bin Qu’ud. (Fatawa Al-Lajnah Ad-Da`imah, 9/122)



(303) views

blog ini berisikan bebagai artikel,seperti softwer,aplikasi komputer ,keutamaan,renungan,hadits,kutbah jumat,kata mutiara, cerama,
Selalu Ada Kesempatan:

selalu ada kesempatan

Selalu Ada Kesempatan – Setiap orang pasti pernah melakukan kesahalan, tapi jika Anda tidak pernah berbuat kesalahan, ada baiknya Anda melihat langkah Anda kembali….jangan-jangan Anda tidak melangkah sama sekali. Bahkan hidup inipun banyak kita temui masalah. Survei membuktikan seorang optimis lebih banyak belajar dari kesalahan mereka daripada keberhasilannya, memang kesalahan merupakan hal yang tidak mengenakan. Namun kesalahan yang telah Anda alami akan menuntun Anda untuk mempelajari kembali sesuatu yang terjadi. Bahkan melalui kesalahan akan membuat Anda untuk dapat mengambil tindakan yang lebih tepat dan baik.

Hadapilah kesalahan apa adanya, janganlah berprasangka, janganlah bersedih dan janganlah meratapi apa yang terjadi sekalipun itu merupakan suatu kesalahan. Karena setelah hujan pasti ada pelangi yang sangat indah, begitu juga dengan kesalahan: dibalik suatu kesalahan PASTI tersedia KESEMPATAN yang yang telah menanti Anda.

Masalah adalah tantangan

Banyak orang menghidar dari masalah karena mereka menganggap masalah adalah sebagai suatu beban yang berat. Tapi jadikanlah suatu masalah itu sebagai tantangan, sehingga Anda akan memiliki semangat (spirit) untuk dapat menghadapinya. Dengan melihat suatu masalah adalah tantangan, maka Anda sebenarnya telah melihat keberhasilan juga, karena di balik setiap masalah pasti ada keberhasilan-keberhasilan yang sedang menunggu.

Masalah diibaratkan seperti Anda sedang menaiki setiap anak tangga untuk menuju ke anak tangga yang paling puncak (tinggi). Jadi nikmatilah setiap proses (masalah) yang terjadi  sehingga Anda memperoleh kekuatan (kemampuan) untuk mencapai anak tangga yang lebih tinggi lagi. Oleh karena itu, hadapilah setiap masalah yang terjadi dan ubahlah menjadi kekuatan untuk Anda menuju sukses. Tanpa masalah, tidak ada seorangpun dapat menggapai keberhasilan.

Mari kita lihat ilustrasi berikut ini: Untuk megajarkan anak elang terbang, hal yang dilakukan oleh induk elang pertama kali adalah melempar anak-anaknya itu dari tebing yang tinggi. Mungkin hal ini menurut anak-anak elang pertama kali menganggap bahwa induknya sungguh jahat. Tetapi beberapa detik sebelum mereka jatuh ke tanah, induk elang langsung menagkap anaknya. Mungkin banyak dari kita juga beranggapan bahwa induk elang memang sangat jahat. Namun jika induk elang tidak melakukan hal tersebut, maka anak elang sampai kapanpun tidak akan bisa berhasil terbang. Begitu juga dengan setiap kita, jika Anda tidak berani menghadapi masalah, maka Anda tidak akan menjadi seseorang yang sejati.

Saat yang paling sempurna

Banyak orang beranggapan untuk memulai suatu hal, harus menunggu waktu yang tepat. Dan tidak sedikit pula orang yang suka-suka menunda-nunda suatu perkerjaan. Apakah anggapan ini salah?. Mari kita penjabaran di bawah ini.

Mungkin Anda ingin mengerjakan sesuatu. Sebuah keinginan melakukan sesuatu untuk menggapai cita-cita Anda. Mengapa Anda tidak langsung mencobanya hari ini? karena hari ini adalah hari yang paling tepat dan sempuna untuk memulainya. Ingat!! Tidak ada hari yang lebih tepat dari hari ini. Jika Anda menginginkan kesempurnaan, mulailah dari yang tidak sempurna terlebih dahulu, perbaiki satu demi satu bagian yang tidak sempurna, maka bukanlah hal yang mustahil jika kesempurnaan lambat laun akan terwujud di depan mata. Tidak ada karya besar yang muncul dengan sekali melangkah.

Mengambil langkah awal tidaklah sulit, karena ada di dalam jangkauan Anda sendiri, termasuk hari ini. Jadi tunggu apa lagi, yang terpenting adalah hari ini Anda harus memulainya, karena Anda adalah pemilik hari ini.

Mengapa tidak besok?. Ingat kawan….Karena hari esok belum pasti ada.

Satu langkah ke depan

Pernah mendengar atau melihat slogan salah satu merk pabrikan sepeda motor yang mengatakan: semakin di depan. Begitu juga dengan Anda, haruslah tetap bergerak maju sekalipun merangka (lambat). Karena jika Anda dalam keadaan tetap bergerak, maka Anda sedang menciptakan suatu kemajuan. Jauh lebih baik bergerak maju sekalipun pelan, daripada Anda stagnan (diam di tempat) karena orang lain / pesaing Anda pasti akan terus bergerak sehingga Anda akan semakin di belakang.

Dalam hidup ini kita sering berhenti hanya karena kita mengalami suatu masalah yang menurut kita merupakan masalah besar. Oleh karena itu, masalah kita akan jadi terlihat begitu besar sekali, kompleks dan tidak terselesaikan yang akan menyebabkan Anda tidak bergerak.

Dengan mengambil langkah sedikit demi sedikit secara terus menerus, maka setiap masalah-masalah Anda akan terselesaikan satu persatu, jika tidak maka masalah Anda akan menjadi seperti bola salju bagi diri Anda sendiri.

Ingat kawan… selalu ada kesempatan untuk setiap kita. Sukses untuk Anda. 8)

Baca juga artikel terkait ini

  • Bertindak Menggunakan Kesempatan


    Saya percaya bahwa kesempatan selalu datang mengetuk pintu kita. Tok, tok, tok! Itulah suara kesempatan sedang mengetuk pintu. Hal yang bagus, tentunya, namun Anda harus membuka pintu agar kesempa...
no image
blog ini berisikan bebagai artikel,seperti softwer,aplikasi komputer ,keutamaan,renungan,hadits,kutbah jumat,kata mutiara, cerama,
Ketika Agama Digadaikan Demi Kesenangan Sesaat:
(oleh : al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi)
Minimnya ilmu, tipisnya iman, dan kuatnya dorongan hawa nafsu kerap kali menutup pintu hati seseorang untuk memahami hakikat kehidupan dunia yang sedang dijalaninya. Harta yang merupakan nikmat dari Allah Subhanahu wata’ala tak jarang menjadi ujian dan sebab jauhnya seseorang dari agama Islam yang suci. Padahal, agama Islam adalah bekal utama bagi seseorang dalam hidup ini. Dengan Islam, seseorang akan berbahagia dan terbimbing dalam menghadapi pahit getirnya kehidupan. Sebaliknya, tanpa Islam, hidup seseorang tiada berarti dan di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.
Anehnya, di antara manusia ada yang menggadaikan Islam -agama dan bekal utamanya- demi kesenangan dunia yang sesaat. Betapa meruginya orang itu. Dia akan menghadap Allah Subhanahu wata’ala di hari kiamat dengan tangan hampa dan terhalang dari kebahagiaan yang hakiki.
Hakikat Kehidupan Dunia
Tak bisa dimungkiri bahwa kehidupan dunia dikitari oleh keindahan dan kenikmatan (syahwat). Semuanya dijadikan indah pada pandangan manusia, sehingga setiap orang mempunyai kecondongan kepadanya sesuai dengan kadar syahwat yang menguasainya.
Itulah kesenangan hidup di dunia, dan sesungguhnya di sisi Allah Subhanahu wata’ala lah tempat kembali yang baik (al-Jannah). Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَاللَّهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada segala apa yang diingini (syahwat), yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (al-Jannah).” (Ali Imran: 14)
Namun, betapa pun menyenangkan kehidupan dunia itu, sungguh ia adalah kehidupan yang fana. Semuanya bersifat sementara. Tiada makhluk yang hidup padanya melainkan akan  meninggalkannya. Tiada pula harta yang ditimbun melainkan akan berpisah dengan pemiliknya. Keindahan dunia yang memesona dan kenikmatannya yang menyenangkan itu pasti sirna di kala Allah Subhanahu wata’ala menghendakinya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ ۖ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا ۖ وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ ۚ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah diantara kalian serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur, dan diakhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (al-Hadid: 20)
إِنَّمَا مَثَلُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَاءٍ أَنزَلْنَاهُ مِنَ السَّمَاءِ فَاخْتَلَطَ بِهِ نَبَاتُ الْأَرْضِ مِمَّا يَأْكُلُ النَّاسُ وَالْأَنْعَامُ حَتَّىٰ إِذَا أَخَذَتِ الْأَرْضُ زُخْرُفَهَا وَازَّيَّنَتْ وَظَنَّ أَهْلُهَا أَنَّهُمْ قَادِرُونَ عَلَيْهَا أَتَاهَا أَمْرُنَا لَيْلًا أَوْ نَهَارًا فَجَعَلْنَاهَا حَصِيدًا كَأَن لَّمْ تَغْنَ بِالْأَمْسِ ۚ كَذَٰلِكَ نُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniaw itu adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah tanam-tanaman bumi dengan suburnya karena air itu, diantaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, dan pemilik-pemiliknya mengira bahwa mereka pasti menguasainya (dapat memetik hasilnya), tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami diwaktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanam-tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang yang berpikir.” (Yunus: 24)
Sudah sepatutnya setiap pribadi muslim memahami hakikat kehidupan dunia, agar tidak salah jalan dalam menempuhnya. Lebih-lebih, dunia bukanlah akhir seorang hamba dalam menuju Rabb-nya. Masih ada dua fase kehidupan berikutnya: kehidupan di alam kubur (barzakh) dan kehidupan di alam akhirat.
Di alam kubur (barzakh), setiap orang akan mendapatkan nikmat kubur atau azab kubur, sesuai dengan perhitungan amalnya di sisi Allah Subhanahu wata’ala. Setelah itu, di alam akhirat, masing-masing akan menghadap Allah Subhanahu wata’ala seorang diri, mempertanggungjawabkan segala amal perbuatan yang dikerjakannya selama hidup di dunia, dan akan mendapatkan balasan yang setimpal (dari Allah Subhanahu wata’ala) atas segala apa yang diperbuatnya itu. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الْإِنسَانُ إِنَّكَ كَادِحٌ إِلَىٰ رَبِّكَ كَدْحًا فَمُلَاقِيهِ
Wahai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja (berbuat) dengan penuh kesungguhan menuju Rabbmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya (untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatan yang dilakukan).” (al-Insyiqaq: 6)
فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ{}وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
Barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah(semut kecil) pun, niscaya dia akan melihat balasannya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejelekan seberat zarrah (semut kecil) pun, niscaya dia akan melihat balasannya.” (az-Zalzalah: 7-8)
Tiada Hidup Tanpa Agama Islam
Demikianlah kehidupan dunia dengan segala liku-likunya. Kehidupan yang bersifat sementara, namun sangat menentukan bagi dua kehidupan berikutnya; di alam kubur (barzah) dan di alam akhirat. Sebab, segala perhitungan yang terjadi pada dua kehidupan tersebut sangat bergantung pada amal dan bekal yang telah dipersiapkan oleh setiap hamba pada kehidupan dunianya.
Maka dari itu, tiada bekal yang dapat mengantarkan kepada kebahagiaan hakiki pada dua kehidupan tersebut selain agama Islam, yang terangkum dalam takwa, iman, dan amal saleh. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ
Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa….” (al- Baqarah: 197)
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Barangsiapa mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan beriman, sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (an-Nahl: 97)
Betapa pentingnya peran Islam yang dibawa oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dalam kehidupan ini. Agama satu-satunya yang sempurna dan diridhai oleh Allah Subhanahu wata’ala. Betapa bahagianya orang yang dikaruniai keteguhan (istiqamah) di atas agama Islam yang mulia; dengan berupaya memahaminya sesuai dengan pemahaman Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya, serta menjadikannya sebagai pedoman dalam hidupnya.
Sebaliknya, betapa celakanya orang yang mencari selain agama Islam sebagai bekal hidupnya. Segala upayanya tidak diterima di sisi Allah Subhanahu wata’ala, dan di akhirat kelak termasuk orang-orang yang merugi. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” (Ali Imran: 85)
Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan kita apabila Allah Subhanahu wata’ala mengingatkan orang-orang yang beriman agar berpegang teguh dengan agama yang mulia ini dan meninggal dunia sebagai pemeluknya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dengan sebenar-benar takwa dan janganlah sekali-kali meninggal dunia melainkan sebagai pemeluk agama Islam.” (Ali Imran: 102)
Mengapa Harus Menggadaikan Agama?
Kehidupan dunia adalah medan tempaan dan ujian (darul ibtila’) bagi setiap hamba yang menjalaninya. Masing-masing akan mendapatkan ujian dari Allah Subhanahu wata’ala sesuai dengan kadar keimanannya. Terkadang dalam bentuk keburukan dan terkadang pula dalam bentuk kebaikan (kenikmatan). Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَنَبْلُوكُم بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya), dan hanya kepada Kamilah kalian dikembalikan.” (al-Anbiya’: 35)
Ujian dalam bentuk keburukan bermacam-macam. Adakalanya berupa ketakutan, kelaparan, kekurangan harta (kemiskinan), kekurangan jiwa (wafatnya orang-orang yang dicintai), kekurangan buah-buahan (bahan makanan), dan yang semisalnya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
“Sungguh akan Kami berikan ujian kepada kalian, dalam bentuk sedikit dari ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepadaorang-orang yang bersabar.” (al-Baqarah: 155)
Ujian dalam bentuk kebaikan juga bermacam-macam. Adakalanya berupa kenikmatan, harta, anak-anak, kedudukan, dan yang semisalnya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِندَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
“Ketahuilah, sesungguhnya harta dan anak-anak kalian itu (sebagai) ujian, dan di sisi Allahlah pahala yang besar.” (al-Anfal: 28)
Beragam ujian itu diberikan oleh Allah Subhanahu wata’ala kepada para hamba tiada lain agar tampak jelas di antara para hamba tersebut siapa yang jujur dalam keimanannya dansiapa pula yang berdusta, siapa yang selalu berkeluh kesah dan siapa pula yang bersabar. Demikianlah, Allah Subhanahu wata’ala Dzat Yang Maha Adil lagi Maha Bijaksana menghendakinya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
الم, {}أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ{} وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
“Alif Laam Miim, apakah manusia mengira untuk dibiarkan berkata, ‘Kami telah beriman’ sedangkan mereka tidak diberi ujian? Sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang jujur dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (al-Ankabut: 1-3)
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata, “Allah Subhanahu wata’ala mengabarkan bahwa Dia akan memberikan beragam ujian kepada para hamba-Nya, agar tampak jelas (di antara para hamba tersebut) siapa yang jujur (dalam keimanannya) dan siapa pula yang berdusta, siapa yang selalu berkeluh kesah, dan siapa pula yang bersabar.
Demikianlah sunnatullah. Sebab, manakala keadaan suka semata yang selalu mengiringi orang yang beriman tanpa adanya tempaan dan ujian, maka akan muncul ketidakjelasan (militansi/semangat keislamannya, -pen.), dan ini tentu saja bukanlah suatu hal yang positif. Sementara itu, hikmah Allah Subhanahu wata’ala menghendaki adanya sinyal pembeda antara orang-orang yang baik (ahlul khair) dan orang-orang yang jahat (ahlusy syar). Itulah fungsi tempaan dan ujian, bukan untuk memupus keimanan orang-orang yang beriman, bukan pula untuk menjadikan mereka lari dari Islam. Sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala tidak akan menyia-nyiakan keimanan orang-orang yang beriman.”(Taisirul Karimirrahman, hlm. 58)
Berbahagialah orang-orang yang diberi taufik dan hidayah oleh Allah Subhanahu wata’ala saat ujian tiba. Manakala ujian keburukan yang tiba, dia hadapi dengan penuh kesabaran. Manakala ujian kebaikan, dihadapinya dengan penuh syukur kepada Allah Subhanahu wata’ala.
Adapun orang-orang yang tidak diberi taufik dan hidayah oleh Allah Subhanahu wata’ala saat ujian tiba, agama menjadi taruhannya. Iman dan Islam yang merupakan modal utama dalam hidup ini digadaikannya demi kesenangan sesaat. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِم،ِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِيْ كَافِرًا وَيُمْسِيْ مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا، يَبِيْعُ دِيْنَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا
Bergegaslah kalian untuk beramal, (karena akan datang) ujian-ujian ibarat potongan-potongan malam yang gelap. (Disebabkan ujian tersebut) di pagi hari seseorang dalam keadaan beriman dan sore harinya dalam keadaan kafir, di sore hari dalam keadaan beriman dan keesokan harinya dalam keadaan kafir. Dia menjual agamanya dengan sesuatu dari (gemerlapnya) dunia ini.” (HR. Muslim no. 118 dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Hadits di atas mencakup seluruh pribadi umat ini, baik yang miskin maupun yang kaya. Yang miskin menjual agamanya dan menggadaikan imannya, karena tak sabar akan ujian kekurangan (kemiskinan) yang dideritanya. Cukup banyak contoh kasusnya di masyarakat kita. Terkadang dengan iming-iming jabatan, terkadang dengan pemberian modal usaha atau pinjaman lunak, terkadang dengan pemberian rumah atau tempat tinggal, terkadang dengan pembagian sembako, bahkan terkadang hanya dengan beberapa bungkus mi instan.
Adapun yang kaya, dia menjual agamanya dan menggadaikan imannya karena kesombongan dan hawa nafsunya. Ia tidak mau mensyukuri karunia Allah Subhanahu wata’ala yang diberikan kepadanya. Bahkan, ia merasa bahwa semua itu berkat kepandaian dan jerih payahnya semata. Ingatkah Anda tentang kisah Qarun, seorang hartawan dari Bani Israil (anak paman Nabi Musa ‘alaihis salam) yang menggadaikan agama dan imannya karena kesombongan dan hawa nafsunya? Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
إِنَّ قَارُونَ كَانَ مِن قَوْمِ مُوسَىٰ فَبَغَىٰ عَلَيْهِمْ ۖ وَآتَيْنَاهُ مِنَ الْكُنُوزِ مَا إِنَّ مَفَاتِحَهُ لَتَنُوءُ بِالْعُصْبَةِ أُولِي الْقُوَّةِ إِذْ قَالَ لَهُ قَوْمُهُ لَا تَفْرَحْ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْفَرِحِينَ
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِن كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَىٰ عِلْمٍ عِندِي ۚ أَوَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَهْلَكَ مِن قَبْلِهِ مِنَ الْقُرُونِ مَنْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَأَكْثَرُ جَمْعًا ۚ وَلَا يُسْأَلُ عَن ذُنُوبِهِمُ الْمُجْرِمُونَ
فَخَرَجَ عَلَىٰ قَوْمِهِ فِي زِينَتِهِ ۖ قَالَ الَّذِينَ يُرِيدُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا يَا لَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَا أُوتِيَ قَارُونُ إِنَّهُ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٍ
وَقَالَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَيْلَكُمْ ثَوَابُ اللَّهِ خَيْرٌ لِّمَنْ آمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا وَلَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الصَّابِرُونَ
Sesungguhnya Qarun termasuk dari kaum Nabi Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah karuniakan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya, ‘Janganlah engkau terlalu bangga diri (sombong), sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang membanggakan diri (sombong). Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.’ Qarun pun menjawab, ‘Sesungguhnya aku dikaruniai harta tersebut dikarenakan ilmu (kepandaian)-ku.’ Tidakkah Qarun tahu, sungguh Allah telah membinasakan umat-umat sebelum dia yang jauh lebih kuat darinya dan lebih banyak dalam mengumpulkan harta? Dan tak perlu dipertanyakan lagi orang-orang jahat itu tentang dosa-dosa mereka. Maka (suatu hari) tampillah Qarun di tengah-tengah kaumnya dengan segala kemegahannya, lalu berkatalah orang-orang yang tertipu oleh kehidupan dunia‘ ,Duhai kiranya kami dikaruniai (harta) seperti Qarun, sungguh dia telah mendapatkan keberuntungan yang besar.’ Adapun orang-orang yang berilmu, mereka mengatakan, ‘Celakalah kalian, sesungguhnya karunia Allah Subhanahu wata’ala itu lebih baik bagi orang-orang yang  beriman dan beramal saleh, namun tidaklah pahala itu diperoleh kecuali oleh orang-orang yang sabar’.” (al-Qashash: 76-80)
Al-Imam al-Qurthubi rahimahullah berkata, “Allah Subhanahu wata’ala menerangkan (dalam ayat-ayat tersebut, -pen.) bahwa Qarun telah diberi perbendaharaan harta yang amat banyak hingga ia lupa diri, dan semuayang dimilikinya itu ternyata tidak mampu menyelamatkannya dari azab Allah Subhanahu wata’ala, sebagaimana yang telah dialami (sebelumnya, -pen.) oleh Fir’aun.” (Tafsir al-Qurthubi)
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan ayat ke-77 dari surat al-Qashash tersebut, mengatakan, “Pergunakanlah apa yang telah dikaruniakan oleh Allah Subhanahu wata’ala kepadamu, yaitu harta yang banyak dan nikmat yang tak terhingga itu, untuk ketaatan kepada Rabb-mu dan untuk mendekatkan diri kepada-Nya dengan beragam amal saleh, yang diharapkan dengannya mendapatkan pahala, baik di dunia maupun di akhirat. (Janganlah kamu melupakan bagianmu dari [kenikmatan] duniawi, -pen.) yang Allah Subhanahu wata’ala halalkan bagimu, yaitu makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, dan menikahi wanita. Menjadi keharusan bagimu untuk menunaikan hak Rabb-mu, hak dirimu, keluargamu, dan orang-orang yang mengunjungimu. Tunaikanlah haknya masing-masing. Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Subhanahu wata’ala telah berbuat baik kepadamu. Janganlah kamu berambisi dengan kekayaan yang ada untuk berbuat kerusakan di (muka) bumi dan berbuat kejahatan kepada sesama. Sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Tafsir Ibnu Katsir)
Dari paparan di atas, jelaslah bagi kita bahwa siapa pun yang menjalani kehidupan dunia ini pasti akan menghadapi berbagai ujian. Saat itulah seseorang akan mengalami pergolakan dan perseteruan dalam jiwanya. Hasilnya akhirnya, apakah bisa istiqamah di atas iman dan Islam, ataukah ia justru menggadaikannya demi kesenangan sesaat.
Maka dari itu, ketika ujian itu tiba, tiada kata yang indah yang patut diucapkan selain dzikrullah (berzikir dengan mengingat Allah Subhanahu wata’ala), karena dengan zikrullah hati akan menjadi tenteram sehingga dimudahkan untuk memilih jalan kebenaran. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah (zikrullah). Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (ar-Ra’d: 28)
Demikian pula, tiada perbuatan yang paling berguna bagi keselamatan diri ini selain kesungguhan dalam beramal saleh (termasuk menuntut ilmu agama), sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu di atas.
Lebih dari itu, peran doa sangat penting dalam membantu keistiqamahan seseorang di atas iman dan Islam, kokoh di atas agama Allah Subhanahu wata’ala dan tak mudah menggadaikannya demi kesenangan sesaat. Di antara doa yang diajarkan oleh Allah Subhanahuwata’ala dalam al-Qur’an adalah,
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
“Tunjukilah kami jalan yang lurus!” (al-Fatihah: 6)
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ
Wahai Rabb kami, Janganlah Engkau sesatkan hati-hati kami setelah Engkau beri kami hidayah dan karuniakanlah kepada kami kasih sayang dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau adalah Dzat Yang Maha Pemberi.” (Ali Imran: 8)
Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam juga selalu berdoa,
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِيْنِكَ
“Wahai Dzat Yang Maha Membolak-balikkan hati, kokohkanlah hatiku ini diatas agama-Mu.” (HR. Ibnu Abi Ashim dalam as-Sunnah no. 232 dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, dinyatakan sahih oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Zhilalul Jannah)
Akhir kata, semoga taufik dan hidayah Allah Subhanahu wata’ala selalu mengiringi kita dalam kehidupan dunia ini, sehingga dapat istiqamah di atas agama-Nya yang mulia serta berpijak di atas manhaj Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya. Dengan satu harapan, mendapatkan kesudahan terbaik dalam hidup ini (husnul khatimah) dan dimasukkan ke dalam Jannah-Nya yang dipenuhi dengan kenikmatan. Amin.
Sumber: http://asysyariah.com


(441) views
blog ini berisikan bebagai artikel,seperti softwer,aplikasi komputer ,keutamaan,renungan,hadits,kutbah jumat,kata mutiara, cerama,
3 Telaga Pelebur Dosa:
Nabi kita shallallahu’alaihiwasallam bersabda,

“Setiap keturunan Adam itu banyak melakukan dosa dan sebaik-baik orang yang berdosa adalah yang bertaubat”. HR Tirmidzi dan al-Hakim, al-Hakim berkata, ‘Isnadnya shahih’. Al-Albani menghasankan hadits ini.

Kami kira tidak ada di antara kita yang merasa bahwa dia bukan keturunan nabi Adam. Karena masing-masing dari kita adalah anak keturunan nabi Adam mestinya kitapun juga merasa bahwa dosa-dosa kita banyak, diakui ataupun tidak diakui. Kalau tidak percaya, mari kita amati kehidupan kita sehari-hari mulai dari bangun tidur sampai kembali merebahkan badan di kasur. Niscaya dalam satu hari saja dosa-dosa yang kita lakukan tidak akan terhitung jumlahnya. Ini baru satu hari dan baru dosa-dosa yang ketahuan, bagaimana jika satu tahun? Bagaimana jika dikumpulkan selama 23 tahun?

Lalu apa saja hal-hal yang bisa mensucikan dosa-dosa kita di di dunia ini?

Ulama tersohor yang dikenal kepiawaiannya dalam memberikan resep-resep manjur pengobatan penyakit-penyakit hati; Ibnu Qayyim al-Jauziyah, telah menjawab pertanyaan ini dalam penjelasannya, “Telah tersedia bagi orang-orang yang bergelimang dosa tiga telaga untuk mensucikan diri mereka di dunia. Seandainya mereka tidak bersuci di dalamnya niscaya mereka akan disucikan di lembah neraka jahanam. Tiga telaga itu adalah telaga taubat nasuha, telaga amal shaleh dan telaga musibah
asa
no image
blog ini berisikan bebagai artikel,seperti softwer,aplikasi komputer ,keutamaan,renungan,hadits,kutbah jumat,kata mutiara, cerama,
Problematika Umat Islam Dan Alternatif Solusinya:

Pendahuluan

Ceritanya, tahun 1400 H dalam rangka simposium peran imigran Muslim di Amerika, diundanglah tokoh-tokoh Muslim dari berbagai negara termasuk Indonesia-yang waktu itu dihadiri Muh Nastir. Dari sana kemudian para tokoh ini memanfaatkan moment tersebut untuk berbincang-bincang tentang dunia Islam. Kemudian muncullah kesepakatan untuk menajikan abad ke 15 Hijriah ini sebagai abad kebangkitan Islam. Hal ini dilihat dari kondisi Islam dunia saat itu memang sangat tertinggal. Maka dimulailah abad kebangkitan Islam itu dengan tekad bersama untuk mengembalikan kejayaan Islam dengan segala kemampuan dan usaha yang dimiliki.
Saat ini, setelah 20 tahun seruan itu dikumandangkan kondisi umat Islam belumlah seperti yang diharapkan sebagai sesuatu yang benar-benar bangkit. Umat Islam dunia masih saja dalam kondisi keterpurukan. Mekipun telah beberapa orang, kelompok dan organisasi yang mulai bangkit dan menyerukan hal yang sama sambil menyeadarkan umat islam dan berkarya untuk membuktikan hal itu. Hingga saat ini praktis bisa dikatakan bahwa umat Islam memang masih sebagai sesuatu yang belum berarti (secara politis) bagi dunia.
Kompleksitas Problem
Kebanggaan yang dapat ditampilkan bagi umat Islam saat ini masih sangat sedikit sekali. Paling-paling negara Arab yang kaya dengan minyak, itupun karena keberuntungan takdir saja bahwa cadangan minyak terbesar dunia ada disana. Tentang hal yang lain sangat sulit untuk mencarinya. Dibidang ekonomi masyarakat Muslim dunia sama sekali tidak bisa diandalkan. Sampai sekarang sistem yang dipakai tetap saja kapitalisme dengan segala konsekuensinya. Negara-negara Muslim yang memang sudah miskin semakin miskin saja dengan kapitalisme yang dibanggakan Amerika. Sistem perekonomian Islam yanng menjanjikan keadilan itu tidak mencul sama sekali. Padahal beberapa abad sistem ini dipakai dan pernah terbukti keampuhannya. Sistem bank konvensional (riba) masih menjadi pilihan utama masyarakat dunia. Belum lagi dengan kemiskinan negara-negara Muslim yang menyebabkan mereka harus berhutang pada negara-negara kapitalis. Yang pada gilirannya juga akan mempersulit mereka. Bahkan untuk sekedar membayar bunga hutang.
Dari segi politik juga demikian. Amerika dengan PBB sebagai tunggangannya praktis menguasai seluruh negara didunia tidak terkecuali negara Muslim. Dengan kekuatan persenjataan dan teknologi tinggi, secara politis Amerika telah menjadi polisi dunia. Begitu pula kelompok-kelompok pertahanan dan plitik seperti NATO yang lumayan represif terhadap Islam. Dipentas dunia, negara-negara Muslim sendiri tidak punya kekuatan jika dibanding mereka. Organisasi negara-negara Islam seperti OKI tidak bisa berbuat banyak menghadapi PBB dan NATO. Bahkan sekedar turun berperan serta dalam menentukan harga dan kuota minyak – yang negara-negara Arab sangat berkepentingan terhadap hal itu- tidak mampu dilakukan. Fakta-fakta masih terpingirkannya peran Islam dalam dunia internasional ditambah lagi dengan intervensi yang berlebihan terhadapap negara-negara Muslim Arab dan ketidak jelasan sikap mengenai Palestina, Kashmir, Bosnia, Cechnya, dan Pakistan. Campur tangan pihak luar yang bisanya sangat ditentukan oleh berbagai kepentingan politik dan ekonomi selalu saja membersamainya. Ismail Raji al Faruqi menjelaskan kondisi umat ini:
Dunia Ummah Islam saat ini berada pada anak tangga bangsa-bangsa terbawah. Didalam abad ini, tidak ada kaum lain yang mengalami kekalahan dan kehinaan seperti yang dialami kaum Muslimin. Kamum Muslimin telah dikalahkan, dibantai, dirampas negeri dan kekayaannya, dirampas kehidupan dan harapannya.[1]
Saat ini kondisi umat Islam terpecah belah kedalam 50-an negara. Kolonialisme telah berhasil melakukan hal itu. Dan dari sana selalu saja memunculkan friksi antar umat Islam sendiri mengenai batas wilayah yang lebih sering menimbulkan peperangan berkepanjangan daripada kepahaman dan persaudaraan.
Amerika sangat berkepentingan dengan negara Muslim (khusunya Arab) guna kepentingan ekonomi karena ladang minyaknya, sekaligus memuaskan ambisi politiknya. Fathy Yakan mengatakan:
Selama ini Amerika Serikat membidikkan matanya pada dunia ketiga, khususnya negara-negara Timur Tengah. Washhington mencari jalan memulai melaksanakan poltik perluasan yang bertujuan untuk dapat menjamah ladang-ladang minyak, menghantam segala apa yang disebut dengan gerakan-gherkan teror, menyebarkan pangkalan-pangkalan perang dibeberapan negara kawasan itu. Alasan yang dipakai adalah untuk menjaga keamanan.[2]
Bagaimanapun umat Islam telah berhasil dikelabuhi oleh berbagai gerakan pemBaratan yang berakibat ada semacam trend dikalangan umat Islam untuk meniru Barat dan merasa asing serta phobi pada Islam sendiri. Dari segi sosial budaya umat Islam lebih menyukai meniru Barat dalam banyak hal seperti model berpakaian, cara bergaulan, bahasa dan simbol-simbol budaya lainnya. Kemudian ini juga berlanjut dengan menganggap baik segala apa yang berasal dari Barat dan sebaliknya menganggap yang dari Islam itu jelek dan ketinggalan jaman. Hal ini cukup lama dirasakan sehingga keagungan Islam sendiri semakin tidak dirasakan, bahkan oleh umat Islam sendiri.
Umat Islam pernah memimpin dalam hal ilmu pengetahuan. Ilmuan Islam telah menemukan banyak hal, kemudian ilmu itu disusun dalam buku-buku pengetahuan yang senantia dikembangkan melalui penelitian-penelitian. Ilmuan besar seperti Abu Sina, al FArabi, Ibn Khaldun dll membuktikan bahwa Islam pernah memimpin kejayaan ilmu pengetahuan. Namun seiring dengan kemunduran Islam, para ilmuan Islam pun semakin sedikit dan malah sumber-sumberi ilmu pengetahuan dalam ribuan buku dihancurkan dan sebagian diambil pihak Barat untuk dikembangkan. Akhirnya kemudian yang mengalami perkembangan pesat ilmu pengetahuan justru bukan golongan Islam. Sehingga saat ini seolah-olah bahwa semua ilmu pengetahuan itu berasal dari Barat. Meskipun harus diakui bahwa perkembangan lebih lanjut ilmu tersebut, sehingga mencapai struktur yang baik dan mendalam memang berasal dari sana. Karena memang kajian, penelitian serta pengembangan ilmu pengetahuan memang sangat giat dilakukan di Barat. Sedangkan negara Muslim sendiri tidak serius terhadap hal itu sehingga senantiasa tertinggal dalam penguasaan ilmu pengetahuan. Sehingga ilmu dan metodologi yang dikeluarkan juga merupakan produk Barat yakni sekulerisme. Yang kemudian menghilangkan unsur ketauhidan dalam ilmu pengetahuan.
Teknologi kemudian juga mengikuti pola yang sama. Karena pada prinsipnya science today is technology tomorrow, sedangkan bangsa Muslim memang sangat kurang penguasaan konsep keilmuan disamping tidak ada uang dan tidak memiliki perhatian untuk pengembangan ilmu menjadi teknologi. Maka semakin lengkaplah ketertinggalan umat Islam.
Industri yang berkembang dan dimiliki oleh negara Muslim sebenarnya adalah industri yang tidak lebih untuk sekedar memenuhi kebutuhan yang kebanyakan tidak pokok. Itupun selalu saja bahwa bahan-bahan baku harus diimpor dari negara-negara kapitalis. Industri yang didirikan dan mendapat bantuan asing memang tidak pernah bisa memandirikan negara Muslim. Karena tetap saja ada ketergantungan pada negara Barat.
Jika mau ditelusuri kebelakang, ada banyak faktor yang menyebabkan permasalahan yang begitu kompleks terjadi dengan umat Islam. Yang secara garis besar berupa faktor eksternal dan internal.

Faktor Eksternal

1. Gazwul Fikri
Yang dimaksud dengan invasi pemikiran (Ghazwul Fikri) adalah usaha suatu bangsa untuk menguasai pemikiran bangsa lain (kaum yang diinvasi), lalu menjadikan mereka (kaum yang diinvasai) sebagai pengikut setia terhadap setiap pemikiran, idealisme, way of life, metode pendidikan, kebudayaan, bahasa, etika, serta norma-norma kehidupan yang ditawarkan kaum penginvasi.[3] Invasi pemikiran jelas-jelas bermaksud merusak tatanan masyarakat Islam, mengganti norma dan budaya Islam dengan Barat dan menjauhkan umat Islam dengan diennya sendiri. Garis besar langkah kerja meraka adalah; (1) Merusak Islam dari segi aqidah, ibadah, norma dan akhlak; (2) Memecah dan memilah kaum Muslimin di muka bumi dengan sukuisme dan nasionalisme sempit; (3) Menjelek-jelekkan gambaran Islam; (4) Memperdayakan bangsa Muslim dengan menggambarkan bahwa segala kemajuan kebudayaan dan peradaban dicapai dengan memisahkan bahkan menghancurkan Islam dari masyarakat.[4]
Yang terkait dengan ghazwul fikri ini antara lain adalah Zionisme, Orientalis dan kristenisasi. Ketiga hal in sebenarnya berbeda dan belum tentu saling terkait satu sama lain. Zionisme[5] merupakan gerakan politik dari sebuah etnis Yahudi ekstrim, yang bertujuan mendirikan negara bagi bangsa Yahudi di Palestina, sebagi batu loncatan untuk meraih apa yang mereka cita-citakan, yaitu menguasai dunia dan menciptkan pemerintahan Yahudi Raya. Pencetus gerakan ini adalah Theodore Hertzel, seorang wartawan Austria keturunan Yahudi. Langkah untuk mendirikan Negara Yahudi telah dilakukan 2 kali dengan mengirim utusan ke Sultan Abdul Hamid II, sultan Islam di Turki Utsmani untuk meminta wilayah Palestina. Namun ditolak mentah-mentah. Kemudian sejak itu orang Yahudi bekerja keras untuk merongrong Kesultanan Turki dan menghapuskan khilafah Islamiyah dari muka Bumi. Gerakan ini sangat giat menyebarkan fitnah kepada umat Islam, merusak kesucian akidah Islamiah, memunculkan keraguan dan penyerangan melalui media-media yang sangat banyak mereka kuasai.
Orientalisme adalah kajian yang dilakukan oleh orang-orang Barat terhadap negara-negara timur (khususnya Islam) mengenai budaya, sejarah, agama, sosial, ekonomi, politik dan segala hal yang terkait dengannya[6]. Gerakan ini muncul sejak keberhasilan pasukan Islam mengasai Dunia Barat, ketika saat itu Barat masih tenggelam dalam jaman kegelapan. Mereka ingin mempelajari sebab-sebab kemenangan Islam, seluk beluk Islam dan permasalahan yang ada didalamnya. Motivasi mereka adalah motivasi imperialisme, menjauhkan umat dari Islam, juga motivasi ekonomi. Yang bertujuan untuk menciptakan keraguan kepada Islam serta membangkitkan Nasionalisme dan etnisme.
Kristenisasi secara bahasa adalah upaya untuk mengkristenkan orang lain dan menyebarkan ajaran kristen keberbagai negara. Namun tujuan mereka sebenarnya bukan cuma menjadikan orang masuk agama kristen, tapi malah yang utama adalah mengeluarkan orang Islam dari keIslamannya.[7]
2. Sekulerisme
Pemisahan dengan sangat dikotomis antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu non-agama memang merupakan bagian dari upaya untuk menghilangkan peran agama dalam masyarakat dan memunculkan keraguan akan kebenaran agama. Sekulerisme menjadi sesuatu yang dianggap baik oleh Barat karena secara historis ia terlahir dari perlawanan atas kejumudan pemikiran gereja diabad pertengahan.
Pemahaman seperti ini masih banyak berada dalam kepala umat Islam. Muh Natsir mengungkapkan penentangannya kepada orang yang pro sekuler yang menganggap bahwa Kemajuan Turki karena mereka memisahkan agama dari kehidupan.
Kemal Pasha cs sekali-kali bukan mendapat kemenangan sesudahnja mereka melemparkan hukum-hukum Agama, melainkan sebaliknja, mereka lembaprkan hukum-hukum agama sesudahnja kemenangan dan kekuatan ada ditangan mereka.[8]
Sekulerisme berdampak cukup serius kepada umat Islam, selain hilangnya kepahaman akan syumuliataul Islam juga menjadikan agama hanya sebatas ritual-ritual semata. Agama yang merupakan sumber terbesar dari energi serta aspirasi dan merupakan pemandu menuju kehidupan yang bermakna diatas bumi ini menjadi begitu berubah. Agama hanyalah urusan akhirat. Dan yang menyebar justru kemudian hal-hal yang menyangkut dengan mistik, takhayul, dll. Demikian Ai Syariati mengungkap dampak negatif dari sekulerisasi ini[9].
Mereka menganggap bahwa agama memainkan peranan negatif dalam masyarakat karena mendorong rakyat untuk mengabaikan kehidupan aktual dan material mereka. Unsur-unsur tersembunyi dan reaksioner sejalan dengan tangan-tangan asing yang tak terlihat memanfaatkan kesimpulan yang keliru ini dan menggunakan kekerasan untuk melayan rakyat dan orang-orang yang tercerahkan.
3. Kapitalisme, materialisme, metode ilmiah-positifisme dan modernisasi
Hal-hal diatas muncul dan menjadi masalah besar bagi umat Islam sebagai salah satu produk ghazwul fikri. Berawal dari temuan metode ilmiah dan pengembangan iptek yang bersumberkan pada paradigma material kemudian berlanjut dengan kapitalisme, yang merasuki sistem pembangunan dan ekonomi umat Islam. Hal ini tidak menyebabkan kecuali semakin terpuruknya umat Islam secara ekonomi dan politik. Maka yang terjadi sekarang adalah imperialisme epistemologi[10] oleh Barat kepada umat Islam. Keterbelakangan pada banyak hal menyebabkan umat Islam terpaksa mengikuti pola ini sadar atau tidak untuk tetap bisa bertahan hidup.
Rayuan mereka pada pembesar kaum Muslimin adalah dengan memberikan pinjaman/hutang dan sebagai imbalannya mereka memperoleh hak investasi ekonomi dan memasok negara Muslim dengan harta dan proyek ekonomi melalui perusaan dan kemudian mengendalikan prilaku ekonomi seperti yang mereka kehendaki. Dan setelah itu mereka leluasa mengubah aturan-aturan seperti pendidikan, hukum, pemerindatan sampai pada peradaban[11].
Bahkan kemudian mereka memasukkan unsur-unsur merusak seperti WTS, tempat-tempat hiburan, film, diskotek, telenovela. Yang kemudian ditiru justru oleh umat Islam sendiri.
Manusia yang sering menggambarkan dirinya sebagai orang-orang modern yang kini mendominasi peradaban dunia, adalah jenis manusia yang mengabdikan diri dan hidupnya untuk materi atau materialime, sebuah bentuk paganisme yang juga telah ada sejak dahulu. Karena itu aspek-aspek peradaban yang diangun, seperti hukum, politik, ekonomi, etika dan bahwkan kesadaran sosial pun bercorak materialisme. Karena itu semua produk peradaban yang ada senantiasa memperbudak dan menindas.[12]
4. Ancaman berupa sanksi ekonomi, perdagangan maupun politik (hubungan luar negari).
Hal ini lebih mengerikan lagi. Sudah mengarah kepada menimbulkan rasa ketakutan yang berlebihan kepada pihak Barat, khususnya Amerika dengan PBB nya. Sehingga banyak menghalangi tindakan ataupun sikap umat Islam menanggapi sebuah permasalahan maupun isu. Karena apabila macam-macam saja dengan Amerika dan cs-nya, alamat negara tidak akan tentram dalam waktu yang lama. Secara psikologis bangsa-bangsa Muslim memang masih terjajah.

Faktor Internal

1. Runtuhnya Khilafah
Keruntuhan Daulah Islamiyah melalui pembubaran Khalifah oleh Mustapa Kamal tanggal 3 Maret 1924, kemudian diikuti oleh pemisahan agama dan negara dan model-model sekuler lainnya telah merusakkan dan mencabik-cabik umat Islam. Setelah itu seolah-olah Islam benar-benar telah hancur dan tidak akan pernah seperti itu lagi. Dan langkah ini malangnya kemudian seolah menjadi preseden bagi umat Islam untuk mulai meninggalkan ajarannya.
Dengan begitu dia telah mencerai beraikan paji-panji Islam yang menjadi tempat bersatu kaum Muslimin sejak empat belas abad yang lalu. Kini merekapun berpecah belah dan menyebar pada jalan yang berbeda-beda laksana domba di malam hujan. Lalu akhirnya kawanan serigala menerkam kelompok yang tercerai berai itu.
Demikian ‘Abdullah ‘azzam menceritakan kehancuran Khilafah Islamiyah[13]. Sebenarnya kehancuran ini bukan semata-mata karena faktor luar, tapi karena memang telah terbangun kebobrokan yang besar disana sehingga memang mencenderungkannya kepada kehancuran. Dalam risalah Hari Ini dan Kemarin, Hasan al Banna mengatakan bahwa ada 7 faktor penghancur eksistensi Daulah Islamiyah. Yakni, (1) Pergolakan politik, fanatisme kesukuan, perebutan kekuasanan dan ambisi terhadap kedudukan. (2) Pertentangan agama dan mazhab. (3) Tenggelam dalam aneka bentuk kemewahan dan kenikmatan. (4) Terjadinya transformasi kekuasaan kepada bangsa non Arab yang belum mengeyam Islam dengan penghayatan yang benar. (5) Mengabaikan ilmu-ilmu terapan, ilmu kauniyah. (6) Banyak penguasa yang lengah oleh kekuasaannya, tertipu oleh kekuatannya dan tidak memperhatikan perkembangan sosial. (7) Tertipu oleh tipu daya musuh-musuhnya, kagum dan taklid terhadap apa yang mereka perbuat.[14]
2. Perpecahan Umat Islam dan kurang ukhuwah
Dijadikannya negara Muslim menjadi banyak dan kecil-kecil menjadikan umat Islam selalu dalam keadalaan berpecah belah. Sehingga negara Muslim lebih banyak disibukkan dengan perebutan batas negara dan munculnya paham sukuisme dan nasionalisme sempit.
Diungkapkan Fathi Yakan[15]
Sampai saat ini semua peranan bangsa Arab dan Islam hanya berada di pinggiran. Hampir tidak diperhitungkan dalam menghadapi percaturan tatanan dunia baru. Perpecahan bangsa Arab dan Islam, tidak adanya proyek Arab atau islam yang berskala internasional, menjadikan semua proyek Arab dan Islam hanya bersifat lokal dan sektarian. … permasalahan pasetina, selalu tunduk pada kebijaksanaan politik nasional dan kepentingannya sehingga tidak memiliki dimensi Arab, apalagi dimensi Islam
3. Fanatisme Mazhab
Bahkan hingga sekarangpun umat Islam masih sering terjebak dengan pembahasan permasalah Mazhab yang notabene adalah permasalahan furu’ (cabang). Yang lebih sering perbedaan ini menimbulkan perpecahan, walau banyak yang mengikuti mazhab dengan taklid bukan ‘ala bashira. Pada kajian-kajian keislaman kemudian juga lebih membahas permasalahan perbedaan mazhab dan seringnya mengarah pada menjelekkan mazhab yang lain. Seolah surga hanya untuk mazhabnya sendiri. Perdebatan qunut dan tidak qunut justru kadang lebih sering dilakukan meski sudah tahu bahwa itu tidak akan selesai kecuali dengan menimbulkan ‘luka’, apalagi permasalahan presiden wanita. Hal ini kemudian menjadikan umat Islam tidak mau bekerja sama untuk menegakkan Islam. Justru lebih senang bergaul dengan orang sekuler atau non Islam. Ini jelas tidak menguntungkan Islam. Padahal perbedaan semacam ini adalah sebuah keniscayaan. Yang harus dilakukan justru adalah berhimpun bukan berpecah-belah.
4. Pluralisme Gerakan
Sebenarnya banyaknya gerakan Islam bisa menjadi suatu sinergi dakwah jika saja semua elemen itu memiki visi bersama dan melakukan gerakan dengan landasan kebersamaan, profesionalisme dan spesifikasi gerakan. Namun karena tidak ada misi bersama, yang terjadi saat ini adalah masing-masing gerakan bekerja nafsi-nafsi yang kadang-kadang overleap sehingga tidak optimal. Bahkan banyak yang bertentangan secara diametral sehingga justru malah menghasilkan resultan yang lebih kecil karena saling melemahkan. Dan malangnya, kadang bukannya fastabiqul khairat malah saling menyikut, saling menyalahkan dan mengkafirkan. Lihatlah bagaimana Salafy begitu sering menghujat Hizbut Tahrir, Tabligh dan Ikhwanul Muslimin, begitu juga sebaliknya. Atau kalau di Indonesia bagaimana NU, Muhammadiyah, dan Persis. Boro-boro untuk maju bersama, malah sibuk dengan mencari kesalahan orang lain.
5. Tingkat Intelektualitas
Keterpurukan ekonomi biasanya memang dibersamai dengan kurangnya intelektual di sana. Kepengarangan ilmiah dari negara-negara Muslim tidak ada yang mencapai 0.3% dari seluruh karya ilmiah dunia. Bahkan jika digabungkan pun jumlahnya juga tidak mencapai 0.5%. dari seluruh dunia yagn menghasilkan 352.000 karya ilmiah, negara-negara Muslim hanya 3.300, sedangkan Israel 6.100 buah.[16]
Yang sangat terkait dengan itu adalah pendidikan. Tingkat pendidikan dunia Islam masih sangat memprihatinkan. Sistem pendidikan dinegara Muslim selama ini adalah sistem yang mengadopsi Barat yang penuh dengan sekulerisme dan menimbulkan keraguan pada umat Islam tentang ajaran agamanya. Disekolah justru para pemuda Islam diasingkan dengan ajaran Islam. Kepala mereka diisi dengan pemikiran-pemikiran Barat. Pemuda Islam tidak diajarkan bagaimana sejarah masa lampau dan kejayaan agamanya. Malah diberikan keraguan terhadap kesempurnaan Islam melalui kebohongan-kebohongan dan membelokan sejarah. Bangsa Barat medirikan instritut-institut kebudayaan mereka. Hal ini bertujuan melepaskan pemuda Muslim dari warisan budaya Islam dan mengagungkan apa saja yang berbau Barat. Meremehkan agama dan minder dengan identitas keIslamannya. Mereka yakin bahwa semua yang datang dari Barat adalah sesuatu yang baik dan ideal.[17]
6. Salah persepsi yang terhadap Ajaran Islam
Dampak lain dari keberhasilan sekulerisasi dan keminderan dengan identitas Islam adalah merosotnya pemahaman Muslim terhadap konsep Islam sendiri. Kesempurnaan (syamil mutakammil) Islam tidak dikenal lagi. Sehingga terjadi kerancuan dan kekaburan makna dan persepsi terhadap ajaran Islam. Tentang Jihad seolah-olah diartikan sebagai perperangan. Seolah Islam disebarkan dan berkembang dengan semboyan ‘Quran ditangan kiri dan pedang ditangan kanan’. Yang ternyata justru menakutkan bagi kaum Muslimin sendiri. Begitu juga dengan konsep dakwah yang seolah berarti seorang yang ceramah kesana kemari sehingga hanya talk only, no action. Selain itu dakwah seolah otoritasnya ustadz, kyai dan mubaligh saja. Begitu pula kesalahan persepsi tentang penghargaan terhadap kaum wanita, tentang kenegaraan, tentang ilmu pengetahuan juga tentang muamalah seperti jual beli dan riba, hukum waris.
7. Kurangnya komitmen melaksanakan ajaran Islam.
“Integritas kultur Islam dan kesatuan way of life Islam terpecah-pecah di dalam diri merekea, di dalam pemikiran dan aksi mereka, di dalam rumah dan keluarga mereka.”. Jauhnya umat Islam dari kehidupan Islami menyebabkan ajaran-ajaran Islam menjadi sesatu yang aneh justru bagi kaum Muslimin sendiri.
8. Gap antara kaum terpelajar dan kelas bawah.
Munculnya kaum intelektual Muslim adalah sebuah kemajuan bagi aset pengembalian peradaban. Namun sayangnya orang-orang intelektual ini masih terlalu melangit. Hanya sibuk dengan diri dan intelektualitasnya saja tanpa memandang kepada permasalahan konkrit yang dihadapi umat saat ini. Terdapat pula diantara kaum intelektual ini orang yang telah sadar akan apa yang menimpa umat Islam dan telah memikirkan pula langkah-langkah yang harus dilakukan. Namun terdapat kegagalan dalam mensosialaisasikan dan mengkomunikasikan hal itu kepada kebanyakan umat. Intelektual ini gagal menyadarkan umat dengan kesadaran yang telah ia peroleh. Sehingga terkesan perjuangan elit, bukan perjuangan umat.

Geliat itu mulai tampak

a. Kelahiran ikhwanul Muslimin dan Jama’atul Muslimin
Pada tahun 1928, seorang guru sekolah berusia 22 tahun bernama Hasan al-Banna mendirikan Ikhwanul Muslimin, gerakan paling berpengaruh pada abad kedua puluh yang mengarahkan kembali masyarakat muslim ke tatanan Islam murni. Al Banna mengubah mode intelektual elite menjadi gejala popular yang kuat pengaruhnya pada interaksi antara agama dan politik, bukan saja di mesir, namun juga didunia Arab dan Muslim.[18]
Tujuan ikhwan sebenarnya terbatas pada pembentukan generasi baru kaum beriman yang berpegang pada ajaran Islam yang benar, dimana generasi tersebut akan bekerja untuk membentuk bangunan umat ini dengan shibghah Islamiyah dalam semua aspek kehidupannya. Dan mengembalikan eksistensi khilafah sebagai agenda utama dalam manhajnya. “Kendati demikian, Ikhwanul Muslimin juga menyakini bahwa semua itu membutuhkan banyak persiapan yang harus diwujudkan.”[19]
Abul A’la Maududi adalah figur penting dalam kebangkitan Islam pada dasawarsa-dasawarsa terakhir. Interpretasi Islamnya menajdi fondasi pemikiran kebangkitan Islam kontemporer. Pemikirannya banyak mempengaruhi para pemikir Islam seperti Sayyid Qutb di Mesir sampai aktivis kebangkitan Islam di Aljazair, Iran, Malaysia atau Sudan[20]. Jama’at-I Islami (Partai Islam) berdiri pada 26 Agustus 1941 di Lahore merupakan gerakan religio-politik Islam tertua dari jenisnya[21]. Sejak berdirinya partai ini berjanji akan menciptakan tatanan yang didambakan dialam temporal ini dan mendorong kaum Muslim untuk memulai revolusi Islam, untuk membentuk masyarkata dan politik yang seuuai dengan ajaran agama seperti yang diinterpretasikan maududi[22]. Tujuan jangkan pendek partai ini adalah menjaga kepentingan Islam diarena politik, dan mengupayakan agar kekuatan sekular tidak melakukan konsolidasi kekuasaan. Gerakanlain yang juga dpat dijadikan slah satu bentuk kebangkitan Islam adalah Revolusi Iran dengan Khameini[23]

b. Munculnya tokoh-tokoh intelektual pembaharu Islam
Perlawanan terhadap kondisi terpuruk umat Islam yang paling dikenal adalah perjuangan seorang tokoh Muslim Jamaludi al Afgani (1838/9-1897). Beliau salah satu tokoh yang menyatakan kembali tradisi Muslim dengan cara yang sesuai dengan berbagai problem penting yang muncul akibat Barat semakin mengusik Timur Tengah diabad ke 19. Dengan menolak tradisionalisme murni yang mempertahankan warisan Islam secara tidak kritis disatu pihak dan peniruan membabi buta terhadap Barat di lain pihak. Afgani menjadi perintis penafsiran modern, seperti penggunaan akal, aktivisme politik, serta kekuatan Islam[24].
Al Afghani menyerukan lewat pidatonya seruan anti inggris, yang karenanya ia diusir dari Mesir. Ia juga mendorong pada pengikutnya tahun 1870-an untuk menerbitkan koran yang disana merka menyebarkan pemikiran mereka. Pemikiran-pemikiran al Afghani ini kemudian banyak ditiru oleh murid-muridnya seperti Muhammad ‘Abduh dan juga Ikhwanul Muslimin.
Muhammad ‘Abduh menyadari kemunduruan masyarakat Muslim bila dikontraskan dengan masyarakt eroapa. Menurut analisisnya, kondisi lemah dan terbelakang ini disebabkan oelh hegemoni eropa yang mengancam eksistensi masyarakat Muslim dan juga oleh realitas internal seperti situasi yang diciptakan oleh kaum Muslim sendiri[25].
Mirip dengan yang dikatakan Afghani, ‘Abduh beranggapan bahwa Eropa bagaimanapun harus dilawan karena mereka adalah agresor yang ingin merebut negeri bangsa lain. Orang mesir menderita karena tidak membedakan mana yang menipu dan mana yang tulus, mana yang benar dan mana yang berdusta. Untuk memulai pembaruan, menurut Muh ‘Abduh kita perlu kembali kepada pokok-pokok iman yang dipandang sebagai Islam yang sebenarnya oleh berbagai mazhab, berbagai kelompok. Dia menyerukan agar digunakan tradisi yang terbaik dan agar taklid buta dikutuk, karena merintani kemajuan. ‘Abduh membuat tafsir al Quran, karena baginya prinsip yang menjadi dasar dari kebangkitan bangsa merupakan kepercayaan pokok bahwa risalah al Quran bersifat universal dan meliputi segalanya. Beliau juga concent dengan isu pendidikan dengan mengkritik sekolah modern yang didirikan oleh misionaris asing dan juga mengkritik sekolah yang didirkan pemerintah. “Katanya, disekoah misionaris siswa dipaksa mempelajari Kristen sedangkan di sekolah pemerintah sisiwa tidak diajar agama sama sekali.”[26] Nama-nama lain yang kemudian muncul adalah Sayyid Quthb dan Ali Syariati.
c. Lahirnya para aktivis dakwah yang mentransformasikan nilai Islam kedalam masyarakat secara langsung
Kelahiran perlawanan terhadap usaha Yahudi untuk menguasai Palestina yang kemudian dikenal dengan Hamas dan intifadhah adalah juga merupakan wujud kesadaran realitas. Mereka dengan kemampuan seadanya berusaha dengan banyak cara selain untuk menghancurkan musuh juga menyadarkan masyarakat dunia akan penderitaan Muslim di sana.[27] Di Turki fenomena kebangkitan Islam terwujud dalam semakin bersaingnya para pelaku ekonomi Islam yang menggunakan syariat Islam, dan kemudian eksisnya partai Politik Islam Reefah yang sempat memenangkan pemilu meskipun kemudian militer-sekuler menurunkannya. Begitu pula dengn FIS di Aljazair merupakan perwujudan semakin banyaknya kelompok Islam yang mencoba mentransformasikan nilai-nilai keislaman kedalam realitasnya masing-masing.
Di Indonesia sendiri, fenomena mulai bangkitnya kesadaran umat ditandai dengan munculnya tokoh-tokoh cendikiawan Muslim, Nurcholis Madjid dan Amien Rais adalah salah dua contohnya. Begitu pula dengan kelahiran ICMI diawal 80-an dianggap sebagai wujud semakin diseganinya kaum Muslimin Indonesia. Dan terakhir kemunculan partai partai Islam dalam pemilu 1999, meski saat ini belum memberikan signifikansi yang besar.
Dalam taraf internasional muncul pula tokoh-tokoh Muslim yang dikenal tidak cuma karena gagasannya terhadap Islam, tapi juga tidak sedikit karena keahlian dan profesionalitasnya di bidang masing-masing. Sebut saja Ismail Raji al Faruqi, Ziauddin Sardar, Syed Hossein Nasr, Fazlur Rahman dan Abdus Salam. Bahkan yang terakhir ini juga meraih nobel fisika. Penokohan dibarengi pula denga munculnya pusat-pusat kajian Islam dan perkumpulan/organisasi Muslim, The International Institute of Islamic Thought (IIIT), World Assembly of Muslim Youth (WAMY), Islamic Federation of Student Organizations, National Hijrah Committee. Belum lagi penerbitan dan jurnal yang terkait dengan studi-studi keIslaman yang begitu banyak. Yang dengan teknologi juga dengan mudah didapatkan situs-situs Islam di internet.
- Diskusi-diskusi dikalangan intelektual Muslim juga dihiasi dengan ide-ide besar seperti Islamisasi ilmu pengetahuan, dan upaya konteksualisasi ajaran Islam dengan mengkomparasikannya dengan konsepsi Barat seperti demokrasi, gender, sistem perekonomian, parlemen, perbankan dll. Semuanya dengan kesadaran bersama bahwa hal tersebut dalam rangka membentuk peradaban Islam.
- Maraknya gerakan back to Islam, seperti jilbab, pengkajian Islam (Tekstual maupun kontekstual), bank syariah, sufi modern. Dan yang sangat serius dalam hal ini lebih banyak kaum muda Muslim. Kesadaran, pemahaman dan ghirah berIslam ini menjadikan mereka memiliki kebanggaan Islam dan izzah yang tinggi. Dan yang tidak kalah menonjolnya adlah upaya pembuktian konkrit akan keunggulan Islam sperti menjalanlan sistem perbankan syariah dan telah terbukti dibeberapa tempat lebih baik dan menguntungkan seperti Malaysia, kepartaian seperti di turki dan aljazair. Karena memang saat ini umat membutuhkan bukti, tidak sekedar janji-janji dan impian serta romantisme masa lalu.

Menuju peradaban Islam, solusi alternatif

Sampai dengan tercapainya cita-cita membentuk peradaban Islam membutuhkan waktu yang lama, bahkan beberapa generasi. Namun bagaimanapun hal itu harus dimulai sejak sekarang. Dan selain waktu yang lama juga dibutuhkan pemikiran yang mendalam dan intelektual muslim yang berkualitas. Karenanya upaya ini harus senantiasa dikontinukan dan harus ada pewarisan ide dan langkah kerja.
Merekayasa pekerjaan untuk membangun kembali peradaban Muslim membutuhkan perumusan baru dalam pendekatan terhadapa Islam sebagai peradaban. Hanya dnegna mendekati Islam sebagai peradaban masa depan, kita bisa sungguh-sungguh berbuat adil kepad dien Islam. Lebih dari itu rekonstruksi peradaban Muslim, secara esensi merupakan suatu proses elaborasi pangadngan dunia Islam. Ia adalah proses pemberian format dan sekaligus transformasi terus-menerus untuk mengubah fakta-fakta menjadi nilai-nilai; aksi-aksi menjadi tujuan-tujuan; dan harapan-harapan menjadi kenyataan-kenyataan.[28]
Untuk mencapai tujuan bersama peradaban Islam, sekiranya ada beberapa hal-hal penting sebagai piranti utama dari peradaban itu.

Islamisasi Pengetahuan

Pada era modern saat ini, perkembangan ilmu pengetahuan sudah sangat pesat. Namun diakui bahwa itu semua dikembangkan sangat banyak oleh orang Barat, bukan kaum muslimin. Ilmu pengetahuan seolah menjadi senjata yang sangat ampuh untuk menaklukkan alam semesta. Begitu strategis peran ilmu pengetahuan ini. Para intelektual muslim mulai menyadari hal tersebut dan muncullah kemudian upaya islamisasi pengetahuan. “karena pilar peradaban modern adalah ilmu pengetahuan maka sejumlah pemikir merasa sangat berkepentingan untuk menelaah kembali ilmu pegetahuansecara kritis. Para pemikir memandang strategis untuk memberi prioritas yang besar dan utama terhadap pengembangan ilmu demi memcahkan problem diatas. Kalangan ilmuan Muslim mersaperlu melakukan revitalisasi peradaban (c.q. ilmu pengetahuan) dengancara langkah: Islamisasi ilmu”[29]. Gagasan Islamisasi ini dipelopri oleh Islamil Raji al Faruqi dengan lontaran gagasannya melalui Islamization of Knowledge dalam The First International conference of Islamic Thought dan Islmization of Knoledge (Islamabad, 1982). Ia juga mendirikan The International Institute of Islamic Thought (1981) di Washington.
Mengenai pemaknaan Islamisasi pengetahuan sampai sekarang masih dalam perdebatan, tokoh-tokoh yang memiliki pandangan yang berbeda tentang Islamisasi pengetahuan ini dapat diwakili oleh Islamil Raji al Faruqi, Ziauddin sardar, Pervez Hoodbhoy, Fazlur Rahman.
Al Faruqi menyatakan bahwa pengetahuan modern menyebabkan adanya pertentangan wahyu dan akan dlam diri umat Islam, memisahkan pemikiran dari aksi, serta adanya dualisme kultural dan religius. Karena itu diperlukan Islamisasi ilmu dan upaya itu haurs beranjak dari tahudi. Ilm pengetahuan Islami selalu menekankan adanay kesatuan alam semesta, kesatuan kebenaran dan pengetahuan serta kesatuan hidup[30]
Fazlur Rahman penanggapi ide ini dengan pendapat yang berbeda. Rahman berpendapat bahwa kita tidak perlu melakukan Islamisasi ilmu. Yang perlu kita lakukan adlah menciptakan atau menghasilkan para pemikir yang memiliki kapasitas berpikir konstruktif dan positif. Tampaknya Rahman sangat mementingkan untuk menghasilkna manusia manusia-manusia yang mempunyai kapasitas keilmuan yang cukup baik dan dengan begitu sacarakotamatis akan dihasilkan manusia yang mampu menghasilkan karya secara nyata. Ziauddin Sardar juga sepakan dengan usualan Al Faruqi meski berbeda mengenai langkah-langkahnya. Menurut sardar langkah yang harus dilakukan adlah dengan membangun pandangan dunia (world view) Islam dengan titik pijak utama membangaun epistemologi Islam. Sardar justru menghawatirkan dengan langkah Al Faruqi malah adalah westernisasi Islam, bukan Islamisasi pengetahuan.
Al Faruqi sendiri mengusulkan 12 langkah utnuk Islamisasi ilmu yakni (1) penguasaan disiplin ilmu pengetahuan modern, (2). survei disiplin ilmu, (3). penguasaan khazanah Islam: sebauah Ontologi, (4). penguasaan khazanah ilmiah Islam: sebuah sintesa, (5) penentuan relevansi Islam yang khas terhadap disiplin-disiplin ilmu, (6). penilaian kritis terhadapilmu maodern, 7 penilaiak kritis terhadap khazanah Islam, (8). survei permasalahanyang diahadapai umat Islam, (9) survei permasalahan yang dihadapi umat manusia, (10) analisis kreatif dan sintesis, (11) penuangan kembali disiplin ilmu modern ke dalam kerangka Islam dan (12) penyebarluasan ilmu yang telah diIslamisasikan itu.
Pandangan berbeda dikemukakan oleh Dr. Thaha Jabir al alwani, beliau menganggap yang diperlukan pada ilmu pengetahuan saat ini adalah taujih (pengarahan) sehingga sasaran dan tujutan ilmu-ilmu itu diarahkan dengan arahan yang Islami.
Misalnya semua ilmu pengetahaun dan persoalan pemikiran yang berkaitan dengan objek-objek ilmu alam fenomena, sifat materi, karakteristik dsb. adalah temasuk masalah bersama antara kita dan sekluruh umat manusia. Metodenya terlihat jelas dnegan sifat kenetralan yang bersifata ilmiha; karena masalah ilmu alam didasarkan atas eksperimen yang dapat dilihat dan dirasakan denga kehidupan materi.”[31]
Apapun cara dan langkah serta pemahaman tentang Islamisasi ilmu pengetahuan, yang jelas yang diinginkan bersama adalah bahwa umat Islam dapat menguasai ilmu pengetahuan sehingga dengan itu dapat lebih mensejahterakan umat dan menggukan ilmu pengetahuan untuk kepenitngan kebaikan dan kebahagian umat manusia. Dan dengan ilmu pengetahuan dapat lebih mendekatkan manusia kepada penciptanya dan lebih mengetahui tentang hakikat alam semesta, termasuk dirinya. “Ilmu pengetahuan adalah hikmah yang hilang dari umat Islam, oleh karena itu umat Islam harus mengambilnya dimanapun ditemukan”.
Konsekuensi dari penguasaan ilmu pengetahuan adalah penguasaan teknologi. Hal ini sangat membantu umat Islam dalam upaya mensejahterkan umat Islam. Tanpa struktur pengetahuan yang baik, teknologi tidak bisa dikuasai secara penuh, pengalaman dibeberapa negara yang hanya mengcopy teknology bangsa lain hanyalah menghasilkan teknologi yang senantiasa bergantung pada orang lain. Sendang pengembangan teknologi sendiri berhenti karena tidak punya landasan keilmuan. Sehingga senantiasa menjadi mengguna teknologi, bukan pengembang dan senantiasa tertinggal dari negara lain. Kondisi Negara Muslim saat ini masih sangat rendah penguasaan teknologinya. Hal ini memang membutuhkan waktu yang cukup lama. Tapi hal ini menjadi landasan bagi kemandirian negara Muslim.
Intelektualitas muslim tidak cuma diartikan dengan munculnya muslim berkualitas tinggi. Tapi juga membutuhkan kuantitas yang tidak sedikit. Kuantitas intelektual ini terkait pada lapangan kerja dan tenaga ahli. Kurangnya tenaga ahli muslim terkadang memaksa untuk tetap saja mengimpor sumber daya dari luar sedangkan orang pribumi hanyalah buruh kelas rendah dengan gaji yang rendah pula.

Kemandirian ekonomi negara Muslim

Kemandirian ekonomi negara Muslim adalah hal yang seharusnya dijadikan hal penting. Meski saat ini kondisi perekonomian hampir disemua negara Muslim dalam kondisi memprihatinkan, namun basis-basis bagi kemandirian itu harus ditanamkan dengan kokoh. Selain iptek yang tak kalah penting adalah pertanian mengarah pada swasembada, kemudian usaha-usaha bagi pemenuhan kebutuhan primer masyarakat[32]. Hal terakhir ini sangat penting dalam kemandirian dan independensi negara-negara Muslim. Kita mana mungkin bisa lantang menyuarakan kebenaran jika itu terkait dan dapat menyinggung perasaan negara donor atau negara tempat mengimpor bahan pokok. Selain itu pembangunan yang butuh banyak dana dapat dilakukan dengan kebersamaan sesama negara Muslim. Meski uang negara muslim tidak sebanyak IMF atau World Bank. Tapi hal ini akan menjamin independensi dan semangat kemandirian negara muslim.
Tugas yang tak kalah penting dan mendesak adalah membentuk pribadi-pribadi yang memiliki loyalitas yang tinggi kepada Islam yaang berlandaskan atas pengetahuan (‘ala Bashira) yang utuh terhadap ajaran Islam. Pembentukan syakhsiyah islamiyah ini harus dilakkan secara terus menerus dengan intens, karena pribadi-pribadi inilah yang akan mengisi, bekerja dan berjuang membangun peradaban muslim. Kepribadian yang dimaksud adalah juga melingkupi pola fikir dan tingkah laku yang mencerminkan pelaksanaan nilai-nilai keislaman secara kaaffah. Dari pribadi-pribadi Islam akan terbentuk keluarga yang islami yang membina keluarganya secara islami dan melahirkan kader dakwah, dari keluarga ini akan tercipta masyarakat yang islami dan kemudian akan membentuk kebudayaan Islam dan pada muaranya akan tercipta peradaban Islam.
Menjadi orang yang tercerahkan (dapat menyatu dengan masyarakat menghilangkan gap intelek non intelek). Dr Ali Syari’ati menyatakan bahwa seorang intelektual haruslah mampu mengkomunikasikan ide dan keintelektualannya kepada masyarakat, yang dengan itu ia lebih mudah membangun masyarakatnya. Beliau menyebut orang-orang seperti ini dengan sebutan orang-orang yang tercerahkan.
Siapakah orang yang tercerahkan itu? Pendeknya, orang yang tercerahkan adalah iorang yang sadar akan ‘keadaan kemanusiaan’ (human condition) di masanya, serta setting kesejarahnnya dan kemasyarakatnnya. Kesadaran semacam ini dengan sendirinya akan memberinya rasa tanggung jawab sosial. Jika kebetulan ia termasuk kalangan terpelajar, maka ia akan lebih berpengaruh; dan jika tidak, maka kurang pula pengaruhnya.[33]
Mereka bertujuan untuk memberikan kepada ummatnya suatu keyakainan bersama yang dinamis yang membantu mereka untuk menacaapai kesadaran diri dan merumuskan cita-cita mereka. Dengan demikian maka intelektual adalah bukan sekelompok elit seperti menara gading yang bercerita dan berangan-angan tentang peadaban Islam namun gagal mentransformasikan hal itu kedalam masyarakat dalam bentuk-bentuk yang nyata. Termasuk diantaranya adalah organisasi gerakan Islam. Organisasi maupun LSM muslim harus mampu membumi dan menyatu dengan rakyat sehingga gagasan yang muncul bisa dengan cepat tertransfer kedalam masyarakat Islam. Gerakan Islam bukanlah semata gerakan elit[34].

Membentuk jaringan dan kerjasama antar gerakan dan elemen organisasi Islam
. Lembaga, pusat studi dan kajian serta ormas Islam harus memiliki jaringan yang kuat dan luas sehingga informasi dan ukhuwah dapat senantiasa terbina. Dari sana kemudian gagasan kemajuan Islam dapat disintesiskan dan kerja serta gerakan dapat disinergiskan sehingga dakwah bisa lebih optimal. Dari sana kemudian dapat senantiasa dilakukan kerjasama (lokal, nasional dan internasional) sehingga pengaruh bisa lebih besar lagi. OKI seharusnya bisa lebih diberdayakan utnuk lebih mengoptimalkan gerakan Islam internasional.
Dengan bekal jaringan dan kerja sama global ini dapat dilakukan upaya-upaya nyata pembumian ajaran Islam dengan mempraktikkan ajaran Islam secara utuh, tanpa adaptasi produk sekuler. Pendirian bank syariah misalnya dapat dilakukan dengan kerjasama global dunia Islam sehingga bisa lebih berpengaruh. Begitu pula sistem perdagangan. Dan dengan mempraktekkan secara nyata ini juga sarana untuk membuktikan kepada seluruh manusia akan keunggulan ajaran Islam. Umat Islam harus mampu membuktikan bahwa bank syariah dan sistem perdagangan Islam lebih unggul, menguntungkan dan profesional, melalui persaingan secara sehat dengan sistem kapitalisme.
Konsentrasi memperbaiki pendidikan juga menghapus sekulerisasi dari akar-akarnya. Islamisasi ilmu juga harus pula dibarengi dengan upaya memperbaiki kebobrakan sistem pendidikan. Hal ini mutlak dilakukan karena dari pendidikan inilah generasi muda dibentu. Semua tokoh pembaharu dan penyokong gagasan islamisasi sains sepakat bahwa perbaikansistem pendidikan adalah hal yang urgen bagi terbentuknya peradaban Islam. Bahkan Sardar menulis bab khusus bertajuk “merumuskan kembali konsep universitas Islam”. Bagaimanapun sistem pendidikan masih didominasi oleh pemikiran sekulerisasi. Oleh karena itu perlu usaha keras untuk melakukan perbaikan sistem.
Ukhuwah Islamiyah, bagaimana menghapuskan perselisihan panjang antar negara Muslim. Jika itu menyangkuy egoisme, nasionalisme sempit kesukuan, maka persatuan umat Islam tidak akan terwujud. Yang harus dibangun adalah kesadaran bahwa umat Islam saat ini tengah dalam kondisi terpuruk, oleh karenanya umat Islam harus berupaya menegakkan kembali izzah Islam dan hal itu membutuhkan banyak energi, oleh karenanya sangat dibutuhkan persatuan dan persaudaraan dikalangan umat Islam sehingga dapat dibentuk sinergi. Sehingga negara-negara muslim juga harus berupaya bekerja sama dalam banyak bidang yang itu dapat lebih mengoptimalkan usaha mengembalikan kejayaan Islam.
Tentu saja bahwa selalu ada saja berbedaan diantara kaum muslimin, baik itu suku, negara, mazhab dll, namun hendaklah kita bekerjasama dalam hal yang disepakati dan bertoleransi dalam hal yang berbeda. Karenanya tidak ada saling jegal dan menjatuhkan antar negara muslim sendiri.
Tindak lanjut dari adanya kesatuan dan kekeluargaan itu adalah harus ada upaya memunculkan kesadaran akan urgensi gerakan yang kontinu dan kebangkitan kolektif umat itslam. Karenanya forum-forum yang menghubungkan negara-negara muslim seperti OKI harus betul-betul mampu membangun visi bersama umat Islam dan menjaga stamina gerakan persatuan dan persaudaraan.

Perlu pula mengembangkan gerakan dan organisasi dakwah berskala internasional
yang dalam pengelolaan dan strukturnya tidak serumit membangaun pola hubungan negara-negara. Gerakan atau oragnaisasi ini lebih mudah untuk menyatukan visi dan fikrah dakwah dari anggotanya meskipun lintas negara. Hal ini akan lebih dapat menyatukan umat Islam dalam persaudaraan dan kasih sayang. Telah ada gerakan dakwah internasional seperti Hizbut Tahrir, Salafy, Ikhwanul Muslimin, Tabligh dll. Gerakan seperti ini relatif lebih mampu membangun solidaritas dikalangan muslim, membangun perasaan senasip meski beda negara, bahkan perhatian yang besar terhadap kondisi, penderitaan dan perkembangan muslim ditempat lain. Dan gerakan semacam ini tidak akan terkendala dengan faham nasionalisme sempit. Pemahaman gerakan ini terhadap nasionalisme adalah dimana ada kaum muslimin, itulah tanah air Islam. Baik organisasi pergerakan maupun negara muslim memang harus memiliki misi besar dan bersama yakni menegakkan peradaban Islam dan penegakan syumuliatul Islam serta mewujudkan daulah Islamiyah ‘alamiyah. Negara maupun

Penutup

Demikianlah, bahwa dengan kondisi yang terjadi denganumat Islam saat ini, permasalahannya yang kompleks tidak boleh menjadikan umat berputus asa, malah hal ini menjadi tantangan besar bagi umat, khususnya intelektual muslim untuk mengupayakan tercipanya kesadaran bersama dan usaha-usaha berbaikan yang sinergi antar seluruh elemen muslim. Dan hanya dengan bersungguh-sungguh sajalah langkah-langkah menuju terbentuknya peradaban Islam dan pengembalian kejayaan Islam itu dapat terwujud..

[1] Isma’il Raji al Faruqi, Islamisasi Pengetahuan, Pustaka, Bandung, 1995 [2] Fathi Yakan, Globalisasi Telaah dan Peran Islam Terhadap Tatanan Dunia Baru. Pustaka Progresif, Surabaya, 1993
[3] Nabil bin Abdurrahman al Muhaisy, Virus Fikrah: Melemahkan Ketahanan Ummat”, WALA Press, Jakarta, 1994.. Untuk tulisan yang khusus membahas tentang Ghazwul fikri ini lengkap dengan target, penguasaan dll lihat Dr Abdul Shabur Marzuq, Ghazwul Fikri Invasi Pemikiran,
[4] Prof. Abdul Rahman H Habanakah, Metode Merusak Akhlak dari Barat, GIP 1995
[5] Dalam buku R Garaudy. “Zionis Sebuah Gerakan Agama dan Politik, GIP, Jakarta, 1995 dibahas dengan tuntas sepak terjang Yahudi.. Buku lain yang juga mengungkap Zionis selain endnote 3 adalah Ghazi Bin Muhammad Al Qarni, Menyingkap Konspirasi Kejahatan Yahudi. CIP, 1997. Buku ini mengungkap Yahudi dan zionis lebih banyak mengacu pada tabiat utamanya yang ada di Al Quran dan Injil. Juga mengungkap tentang Zionist Sages Protocols, kitab undang-undang Yahudi. Endnote 1 juga membahas zionis (hal 31-42)
[6] Nabil, op. cit.
[7] Di buku virus fikrah dikutipkan pula perkataan samuel Zuwaimer ketua konferensi kristenisasi di Yerussalem tentang hal ini. (hal 24)
[8] M Natsir, Capita Selecta, Bulan Bintang, Jakarta, 1973.
[9] Ali Syari’ati, Membangun Masa Depan Islam. Mizan, Bandung, 1989
[10] Dalam buku prosiding simposium Islamisasi Sains (diselenggarakan di Indonesia … LUPA) terdapat sebuah makalah yang didalamnya ada bab khusus mengenai imperialisme epistemologi
[11] Hasan al Banna menulis artikel khusus “Tirani Materialisme di Negara-negara Muslim”. Dalam rangkaian buku Hasan Al Banna, Risalah Pergerakan, Intermedia, Solo, 1998
[12] Buku terbaru Suharsono et al, Pola Transformasi Islam: Refleksi atas Sistematika Nuzulnya Wahyu, Inisiasi Press, 1999
[13] Beliau menuliskannya dalam Abdullah Azzam, Pelita yang Hilang, Pustaka Al Alaq, Solo, 1993. Diceritakan keruntuhan Khilafah Islamiyah dan banyak mengangkat Perjalanan hidup dan siap sebenarnya Mustafa Kemal sampai dengan kematiannya.
[14] Hasan Al Banna, Risalah Pergerakan 2, Intermedia, Solo, 1998 diceritakan tentang Ikhwanul Muslimin diawal berdirinya dengan pengungkapan tujuan, cara dan sikapnya terhadap apa yang terjadi pada umat.
[15] Dalam Fathi Yakan op. cit. juga dituliskan tentang dimana posisi umat Islam dalam tatanan dunia baru.
[16] Pervez Hoodbhoy, Sains dan Islam: Usaha Memenangkan Rasionalitas, , 1973. Beliau memasukkan banyak data-data tahun 1983 tentang kondisi intelektualitas Negara Muslim dan dibandingkan dengan seluruh dunia
[17] Lihat Ismail Raji al Faruqi op.cit. ditambahkan sebuah permasalahan lagi, yakni tidak adanya ketajaman wawasan (vision). “Itulah sebabnya selama hampir 2 abad dengan sistem pendidikan sekular barat, kaum Muslimin tidak mengahsilkan sesuatu pun juga yang sebanding kreativitas atau kehebatan barat”.
[18] David Commins, “Hasan al Banna”, dalam Ali Rahnema ed., Para Perintis Zaman Baru Islam, Mizan, Bandung, 1996
[19] Hasan Al Banna op. cit. hal 311. Selain buku tersebut sebenarnya sangat banyak buku yang membicarakan Ikhwanul Muslimin, baik yang memuji maupun mencela.
[20] John L Esposito, Ancaman Islam: Mitos atau Realitas, Mizan, Bandung 1994 menuliskan dampak pemikiran Maududi pada gerakan Islam di dunia Arab, Afghanistan, Iran dan Malaysia.
[21] Ibid (lagi) hal 115. buku lain yang menceritakan tentang sepakterjang al Maududi dan Jama’ati Islami adalah “Upaya Al Maududi Memurnikan Ajaran Islam” (LUPA)
[22] Buku tentang Al Maududi lain yang membicarakan tentang negara adalah (kalo’ tidak salah judul) Islam dan Negara Pemikiran al Maududi, GIP 1995/6
[23] Dalam Ali Rahnema op. cit. juga dibahas nama Khomeini. Dan dalam buku-buku terbitan Mizan juga cukup banyak tentang Khomeini, Iran dan Syi’ah.
[24] Ali Rahnema op. cit.. dan HAMKA, Said Jamaluddin al Afghani, Bulan Bintang, Jakarta, 1981
[25] Ibid., hal 53
[26] Ibid., hal 59
[27] Ahmad Izzudin, Hamas dan Intifhadhah, GIP, Jakarta, 1993
[28] Ziauddin Sardar mengambil kutipan ini dari ‘Reconstructing the Muslim Civilization’, Afkar Inquiry 1984. dalam Ziauddin Sardar, Jihad Intelektual, Risalah Gusti, Surabaya, 1998. Sardar juga menggambarkan peradaban Muslim dengan skema berbentuk bunga, meliputi 7 bidang dalam pusat bunga, lingkaran konsentris dan daun primer
[29] Dr. Djamaludin Ancok dan Fuat Nashori Suroso, Psikologi Islami: Solusi Islam atas Problem-Problem Psikologi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1994
[30] Pemikiran Islamisasi pengetahuan Raji al Faruqi dpat ditelaah Ismail Raji al Faruqi juga makalahnya dalam Internasional Conference of Islamic Thougt and Islamizations of Knowledge.
[31]Thaha Jabir al ‘Alwani, Krisis Pemikiran Modern: Diagnosisi dan Resep Pengobatan,. LKPSI, Jakarta, 1989
[32] Pervez hoodbhoy, op. cit., menunjukkan bagaimana negara-negara Muslim masih sangat tergantung pada negara barat dalam pemenuhan kebutuhan pokok.
[33] Dr. Ali Syari’ati, op. cit.
[34] Fathi Yakan, op. cit., juga dibahas tentang gerakan elit dan beberapa kelemahannya.

http://hermawaneriadi.com/problematika-umat-islam-dan-alternatif-solusinya/
asa