awal mula ilmu nahwu II:
dari posting sebelumya ulama ahli nuhat (ulama nahwu) berbeda pendapat tentang siapa yang pertama menyusun ilmu nahwu itu. perbeda’anya dikarenakan bedanya riwayat dan bedanya tarikh (sejarah) dalam penyusunan ilmu nahwu.
untuk pasting kali ini akan saya terangkan terlebih dahulu adalah pendapat yang paling kuat diantara pendapat ulama tentang mas’alah ini.
Adapun orang yang pertama kali menyusun kaidah Bahasa Arab menurut pendapat yang paling kuat adalah Abul Aswad Ad-Duali atau Ad-Da’uli dari Bani Kinaanah atas dasar perintah Khalifah Ali Bin Abi Thalib.
telah berkata ibnu asaakir dalam tarikhnya : dan dikatakan sesungguhya putri Abul Aswad Ad-Duali berkata kepada ayahnya,
untuk pasting kali ini akan saya terangkan terlebih dahulu adalah pendapat yang paling kuat diantara pendapat ulama tentang mas’alah ini.
Adapun orang yang pertama kali menyusun kaidah Bahasa Arab menurut pendapat yang paling kuat adalah Abul Aswad Ad-Duali atau Ad-Da’uli dari Bani Kinaanah atas dasar perintah Khalifah Ali Bin Abi Thalib.
telah berkata ibnu asaakir dalam tarikhnya : dan dikatakan sesungguhya putri Abul Aswad Ad-Duali berkata kepada ayahnya,
مَا أَحْسَنُ السَّمَاءِ
“Apakah yang paling indah di langit?”
Dengan mengkasrah hamzah lapadz As-samaa, yang menunjukkan kalimat tanya, karena haraf maa di anggap atau menjadi istifham (tanya). Kemudian sang ayah mengatakan,
Dengan mengkasrah hamzah lapadz As-samaa, yang menunjukkan kalimat tanya, karena haraf maa di anggap atau menjadi istifham (tanya). Kemudian sang ayah mengatakan,
نُجُوْمُهَا يَا بُنَيَّةُ
“Wahai anakku, Bintang-bintangnya”
Namun sang anak menyanggah dengan mengatakan,
Namun sang anak menyanggah dengan mengatakan,
اِنَّمَا اَرَدْتُ التَّعَجُّبَ
“Sesungguhnya aku ingin mengungkapkan (yang ku maksud) kekaguman”
Maka sang ayah mengatakan, kalau begitu ucapkanlah,
Maka sang ayah mengatakan, kalau begitu ucapkanlah,
مَا اَحْسَنَ السَّمَاءَ
“Betapa indahnya langit.” dengan me’nasobkan (fatah) pada lapadz As-samaa.
Bukan,
Bukan,
مَا اَحْسَنُ السَّمَاءِ
“Apakah yang paling indah di langit?” Dengan memfathahkan hamzah,.
disini terlihat, dengan perbeda’an harkat saja, ma’na bahasa arab jadi ngawur dari kalimat ta’ajub (kekaguman) menjadi kalimat istifham (tanya) yang akhirnya akan menimbulkan kesalah pahaman.
telah berkata ibn Al-anbari
ia (Abul Aswad Ad-Duali) telah mendengar sang qari membaca surat At-Taubah ayat 3 dengan ucapan,
disini terlihat, dengan perbeda’an harkat saja, ma’na bahasa arab jadi ngawur dari kalimat ta’ajub (kekaguman) menjadi kalimat istifham (tanya) yang akhirnya akan menimbulkan kesalah pahaman.
telah berkata ibn Al-anbari
ia (Abul Aswad Ad-Duali) telah mendengar sang qari membaca surat At-Taubah ayat 3 dengan ucapan,
أَنَّ اللهَ بَرِىءٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُولِهُ
Dengan mengkasrahkan huruf lam pada kata rasuulihi yang seharusnya di dhommah. Menjadikan artinya “…Sesungguhnya Allah berlepas diri dari orang-orang musyrik dan rasulnya..”dengan mengatopka lapad rosul kepada lapad musyrikin, seolah-olah rasul di sama hukumkan dengan orang mysyrik. hal ini menyebabkan arti dari kalimat tersebut menjadi rusak dan menyesatkan.
Seharusnya kalimat tersebut adalah,
Seharusnya kalimat tersebut adalah,
أَنَّ اللهَ بَرِىءٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُوْلُهُ
“Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrikin.”
Karena mendengar perkataan ini, Abul Aswad Ad-Duali menjadi ketakutan, ia takut keindahan Bahasa Arab menjadi rusak dan gagahnya Bahasa Arab ini menjadi hilang, padahal hal tersebut terjadi di awal mula daulah islam. Kemudian hal ini disadari oleh khalifah Ali Bin Abi Thalib, sehingga ia memperbaiki keadaan ini dengan membuat pembagian kata, bab inna dan saudaranya, bentuk idhofah (penyandaran), kalimat ta’ajjub (kekaguman), kata tanya dan selainnya, kemudian Ali Bin Abi Thalib berkata kepada Abul Aswad Adduali,
Karena mendengar perkataan ini, Abul Aswad Ad-Duali menjadi ketakutan, ia takut keindahan Bahasa Arab menjadi rusak dan gagahnya Bahasa Arab ini menjadi hilang, padahal hal tersebut terjadi di awal mula daulah islam. Kemudian hal ini disadari oleh khalifah Ali Bin Abi Thalib, sehingga ia memperbaiki keadaan ini dengan membuat pembagian kata, bab inna dan saudaranya, bentuk idhofah (penyandaran), kalimat ta’ajjub (kekaguman), kata tanya dan selainnya, kemudian Ali Bin Abi Thalib berkata kepada Abul Aswad Adduali,
اُنْحُ هَذَا النَّحْوَ
“Ikutilah jalan ini”
Dari kalimat inilah, ilmu kaidah Bahasa Arab disebut dengan ilmu nahwu. (Arti nahwu secara bahasa adalah arah )
Kemudian Abul Aswad Ad-Duali melaksanakan tugasnya dan menambahi kaidah tersebut dengan bab-bab lainnya sampai terkumpul bab-bab yang mencukupi.
Kemudian, dari Abul Aswad Ad-Duali inilah muncul ulama-ulama Bahasa Arab lainnya, seperti Abu Amru bin ‘alaai, kemudian al Kholil al Farahidi al Bashri ( peletak ilmu arudh dan penulis mu’jam pertama) , sampai ke Sibawai dan Kisai (pakar ilmu nahwu, dan menjadi rujukan dalam kaidah Bahasa Arab).
Seiring dengan berjalannya waktu, kaidah Bahasa Arab berpecah belah menjadi dua mazhab, yakni mazhab Basrah dan Kuufi (padahal kedua-duanya bukan termasuk daerah Jazirah Arab). Kedua mazhab ini tidak henti-hentinya tersebar sampai akhirnya mereka membaguskan pembukuan ilmu nahwu sampai kepada kita sekarang.
Demikianlah sejarah awal terbentuknya ilmu nahwu, di mana kata nahwu ternyata berasal dari ucapan Khalifah Ali bin Abi Thalib, sepupu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Referensi:
Al-Qowaaidul Asaasiyyah Lil Lughotil Arobiyyah
sababu wad’i ilmi Al-arobiah
Dari kalimat inilah, ilmu kaidah Bahasa Arab disebut dengan ilmu nahwu. (Arti nahwu secara bahasa adalah arah )
Kemudian Abul Aswad Ad-Duali melaksanakan tugasnya dan menambahi kaidah tersebut dengan bab-bab lainnya sampai terkumpul bab-bab yang mencukupi.
Kemudian, dari Abul Aswad Ad-Duali inilah muncul ulama-ulama Bahasa Arab lainnya, seperti Abu Amru bin ‘alaai, kemudian al Kholil al Farahidi al Bashri ( peletak ilmu arudh dan penulis mu’jam pertama) , sampai ke Sibawai dan Kisai (pakar ilmu nahwu, dan menjadi rujukan dalam kaidah Bahasa Arab).
Seiring dengan berjalannya waktu, kaidah Bahasa Arab berpecah belah menjadi dua mazhab, yakni mazhab Basrah dan Kuufi (padahal kedua-duanya bukan termasuk daerah Jazirah Arab). Kedua mazhab ini tidak henti-hentinya tersebar sampai akhirnya mereka membaguskan pembukuan ilmu nahwu sampai kepada kita sekarang.
Demikianlah sejarah awal terbentuknya ilmu nahwu, di mana kata nahwu ternyata berasal dari ucapan Khalifah Ali bin Abi Thalib, sepupu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Referensi:
Al-Qowaaidul Asaasiyyah Lil Lughotil Arobiyyah
sababu wad’i ilmi Al-arobiah
Post A Comment:
0 comments:
Post a Comment